5 Dampak Buruk Pertengkaran Orang Tua di Depan Anak, Salah Satunya Bisa Sebabkan Rasa Tidak Aman

JAKARTA - Bertengkar memang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan pernikahan, sebaik apapun pernikahan itu. Tetapi sebaiknya hindari melakukan ini di depan anak. Dalam jangka panjang hal ini dapat merusak kesehatannya, terutama secara mental.

Pertengkaran fisik, hinaan, dan taktik seperti "sikap diam" hanyalah beberapa interaksi beracun yang dapat menimbulkan kerusakan emosional pada anak. Berikut beberapa dampak jika orang tua sering bertengkar di depan anak seperti dilansir dari Parents.com, Senin, 25 November.

Sebabkan rasa tidak aman

Pertengkaran merusak rasa aman anak-anak terhadap stabilitas keluarga. Anak-anak yang orang tuanya sering bertengkar akan mudah merasa khawatir tentang perceraian atau bertanya-tanya kapan sikap diam salah satu orang tua akan berakhir. Selain itu, anak juga sulit 

merasa punya keluarga yang normal sebab pertengkaran tidak dapat diprediksi.

Mengganggu hubungan orang tua-anak

Situasi penuh konflik dapat menimbulkan stres, dan orang tua yang stres tidak akan menghabiskan banyak waktu dengan anak-anaknya. Selain itu, kualitas hubungan dapat terpengaruh. Karena orang tua akan kesulitan menunjukkan kehangatan dan kasih sayang saat sedang berkonflik.

Menciptakan lingkungan penuh stres

Mendengar pertengkaran yang sering atau intens dapat membuat anak stres dan ketakutan. Stres dapat memengaruhi kesehatan fisik dan psikologis anak serta mengganggu perkembangan normal dan sehat.

Mudah marah dan punya kontrol agresi yang buruk

Ketika anak sering melihat orang tuanya bertengkar, ini dapat memicu masalah kontrol emosi dalam diri mereka. Anak jadi belajar bahwa marah dan berteriak-teriak adalah cara menyelesaikan masalah. Dengan demikian, mereka jadi terbiasa menyelesaikan masalah dengan cara yang demikian juga. 

Kegagalan dalam hubungan sosial

Pada dasarnya, anak-anak meniru apa yang mereka lihat dilakukan oleh orang tua. Jika orang tua terus bertengkar, kemungkinan besar anak akan tumbuh dengan mempelajari hal yang sama.  Akibatnya, hubungan anak kelak dengan pasangannya bisa ikut terkena dampaknya. Selain itu, risiko lainnya yakni anak juga justru menghindari hubungan sosial dengan orang lain karena luka trauma.