Cerita di Balik Keputusan Florence Pugh Bekukan Sel Telur di Usia 27 Tahun

JAKARTA - Aktris asal Inggris Florence Pugh baru-baru ini berbagi alasan di balik keputusannya untuk membekukan sel telur pada usia 27 tahun. Dalam sebuah episode siniar SHE MD yang dipandu oleh Dr. Thais Aliabadi, spesialis obstetri dan ginekologi, serta advokat perempuan Mary Alice Haney, Florence mengungkapkan bahwa langkah tersebut diambil karena kondisi kesehatannya.

Seperti yang dilaporkan oleh InStyle, bintang film We Live in Time ini mengungkapkan bahwa ia didiagnosis menderita dua kondisi yang dapat memengaruhi fertilitasnya: sindrom ovarium polikistik (PCOS) dan endometriosis.

PCOS adalah gangguan hormonal umum yang sering memengaruhi perempuan usia reproduksi, sedangkan endometriosis adalah kondisi kronis di mana jaringan mirip lapisan rahim tumbuh di luar rahim.

Dr. Aliabadi, yang menjadi salah satu dokternya, menyarankan Florence untuk mempertimbangkan membekukan sel telur. Ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi masalah kesuburan di masa mendatang, terutama karena Florence merencanakan untuk memiliki anak dalam lima tahun ke depan.

"Saya merasa aneh, karena keluarga saya dikenal sangat subur," ujar Florence, yang kini berusia 28 tahun. "Ibu saya masih melahirkan di usia 40-an, begitu juga nenek saya. Jadi saya tidak pernah berpikir saya akan menghadapi masalah ini. Tidak pernah terpikir saya mungkin berbeda," seperti dikutip Antara.

Florence mengaku terkejut saat mengetahui diagnosa tersebut. Namun, ia merasa bersyukur karena dapat mendeteksi masalah ini lebih awal, sehingga memiliki waktu untuk bersiap. Sebagai seseorang yang telah lama bercita-cita membangun keluarga besar, langkah ini memberinya rasa tenang.

"Saya selalu ingin punya anak sejak kecil. Saya menyukai gagasan keluarga besar, seperti keluarga saya. Jadi, bagi saya, ini bukan tentang 'jika', tetapi 'kapan'," tambahnya.

Selain itu, ia juga menyadari pentingnya mengubah gaya hidup dan bersikap proaktif untuk menjaga kesehatannya demi masa depan.

Florence juga merasa bahagia karena pengalamannya dapat memberi dampak positif pada orang lain.

"Beberapa teman saya mulai memeriksakan diri karena cerita saya, dan beberapa di antara mereka menemukan bahwa mereka memiliki kondisi serupa," ungkapnya.

Menurut dia, berbagi informasi sederhana saja sudah dapat mendorong perempuan lain untuk lebih sadar terhadap kesehatan reproduksi mereka.

"Hal kecil seperti ini bisa membuat perbedaan besar. Saya berharap lebih banyak perempuan memahami pentingnya memeriksakan kesehatan mereka dan mengambil tindakan jika diperlukan," tutupnya.