Kawasan Bersejarah Bukchon Hanok Village Seoul Berlakukan Pembatasan Wisatawan

JAKARTA - Kawasan Bukchon Hanok Village di Seoul, Korea Selatan yang bersejarah akan memberlakukan pembatasan wisatawan mulai bulan ini untuk mengatasi kelebihan turis, menurut pengumuman Kantor Distrik Jongno akhir bulan lalu.

Jam malam akan membatasi akses wisatawan ke area desa yang paling populer dan padat penduduk di sepanjang Bukchon-ro 11-gil, yang dijuluki zona merah, dari pukul 5 sore hingga pukul 10 pagi.

Mereka yang melanggar peraturan akan didenda hingga 100.000 won (Rp1.139.622) setelah Bulan Maret ketika kantor distrik akan mengakhiri fase uji coba dan secara resmi meluncurkan kebijakan tersebut, dilansir dari The Korea Times 14 November.

Sementara itu, warga, pemilik bisnis dan tamu di tempat tinggal hanok akan dibebaskan dari jam malam.

Bukchon-ro 5-ga-gil dan Gye-dong-gil, yang memiliki hanok perumahan, kedai kopi dan restoran, ditetapkan sebagai zona oranye. Kantor distrik berencana untuk menugaskan karyawan untuk memantau dan memandu wisatawan daripada menetapkan jam malam.

Wisatawan di Bukchon Hanok Village, Seoul. (Wikimedia Commons/kallerna)

Bukchon-ro 12-gil ditetapkan sebagai zona kuning, yang juga direncanakan akan dipantau oleh kantor distrik.

Bus carteran dengan rombongan tur akan dilarang memasuki bagian Bukchon-ro sepanjang 1,5 kilometer dari Stasiun Anguk di Seoul Metro Line 3 hingga pintu masuk Taman Samcheong.

Setelah masa uji coba yang dimulai Juli mendatang, pemerintah setempat berencana untuk memblokir bus carteran secara permanen pada Januari 2026.

Terletak di bagian utara pusat kota yang tenang, Bukchon Hanok Village merupakan kawasan pemukiman tradisional yang dibangun pada Dinasti Joseon tahun 1392-1897.

Lorong-lorong sempitnya yang dipenuhi rumah-rumah hanok tradisional dengan tiang-tiang kayu khas dan atap genteng menarik banyak pengunjung domestik dan internasional, yang sering kali datang mengenakan kostum tradisional Korea.

Namun, seiring dengan semakin populernya kawasan ini di kalangan wisatawan, penduduk menghadapi masalah kelebihan turis, seperti kebisingan yang berlebihan, pembuangan sampah sembarangan, hingga pelanggaran privasi, siang dan malam.

Beberapa wisatawan bahkan tertangkap basah mencoba memasuki rumah-rumah pribadi atau mengintip tanpa izin, menurut penduduk setempat.

Bukchon Hanok Village, Seoul. (Wikimedia Commons/Richard Mortel)

Akibatnya, banyak penduduk yang memilih untuk pergi, yang menyebabkan penurunan populasi desa sebesar 27,6 persen selama lima tahun terakhir, menurut kantor distrik.

Jumlah pengaduan yang diajukan ke kantor distrik juga melonjak dari 56 menjadi 202 selama periode yang sama.

Tahun lalu, desa tersebut menarik sekitar 6,4 juta pengunjung, yang berarti lebih dari 1.000 kali lipat jumlah penduduk di daerah tersebut yang berjumlah sekitar 6.100.

Kantor distrik telah menempatkan petugas yang berbicara beberapa bahasa di sekitar desa untuk memandu pengunjung internasional dan memberi tahu mereka tentang jam malam.

Untuk lebih menginformasikan pengunjung asing tentang kebijakan baru tersebut, kantor distrik mengirimkan surat kepada lebih dari 200 organisasi dan lembaga terkait pariwisata, termasuk Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata, Organisasi Pariwisata Korea, dan Organisasi Pariwisata Seoul.

Kantor distrik juga mempertimbangkan untuk mengalokasikan denda yang terkumpul untuk pembangunan lingkungan tersebut.

Terpisah, Kantor Distrik Saha Busan telah mengambil langkah serupa untuk melestarikan dan mengembangkan Desa Budaya Gamcheon.

Hingga 30 persen keuntungan yang diperoleh dari restoran dan toko suvenir di area tersebut dibagikan kepada penduduk setempat.