Bacharuddin Jusuf Habibie adalah Menteri Riset dan Teknologi Terbaik

JAKARTA - Bacharuddin Jusuf Habibie dikenal luas sebagai mantan Presiden Republik Indonesia. Dalam perjalanan kariernya, Habibie pernah jadi Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) di bawah naungan Orde Baru (Orba). Menristek paling kontributif yang pernah dimiliki bangsa Indonesia.

Habibie dikenal atas kegeniusannya sebagai insinyur pesawat terbang. Lebih lagi, Habibie begitu pintar dan punya kemampuan bicara yang memikat. Utamanya dalam pembangunan teknologi.

Dalam peta nasional, prestasi Habibie banyak hadir saat dirinya menjadi Menristek. Habibie bahkan menjabat sampai empat era kabinet di bawah pemerintah Soeharto.

Tercatat, Habibie menjabat sejak era kabinet Pembangunan III (1978) hingga sampai berakhirnya kabinet Pembangunan VI (1998). Jika dihitung-hitung Habibie mengurusi pembangunan teknologi Indonesia genap 20 tahun.

Dalam kepemimpinannya, banyak pula prestasi yang ditorehkan, termasuk mengembangkan bioteknologi dan menunjukkan Indonesia mampu membuat pesawat terbang. Buahnya, Habibie jadi orang yang paling diidolakan oleh anak-anak tahun 1970-an.

Setiap anak-anak yang ditanyai cita-cita saat besar nanti, maka menjadi Habibie adalah jawaban yang paling sering terdengar. Tak cuma bagi anak taman kanak-kanak (TK), anak SMP hingga SMA turut kepincut ingin menjadi Habibie.

Habibie telah menunjukkan kepada segenap rakyat Indonesia, bahwa tak ada hal yang tak mungkin dalam hidup. Termasuk dalam membangun pabrik pesawat terbang.

BJ Habibie (Sumber: Commons Wikimedia)

“Manusia pintar, genius dan mungkin dari 130 juta penduduk Indonesia (data 1980-an) hanya akan ada satu seperti dia. Semua kata-kata itu memang bukan kata-kata kosong, meski bukan itu yang penting. Tidak juga karena ia pendiri industri pesawat terbang canggih yang tidak pernah dipercaya orang akan bisa dilakukan oleh orang-orang Indonesia. Bukan itu, karena dengan rendah hati dalam kejayaan industri pesawat terbang dipimpinnya ketika itu, ia selalu berkata bahwa semua yang bisa disaksikan pada waktu itu, bukanlah hasil karyanya sendiri, melainkan karya dari seluruh putra-putri Indonesia yang bekerja di Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), sekarang PT. Dirgantara Indonesia (PTDI),” ungkap A. Makmur Makka dalam buku Mr. Crack dari Pare-Pare (2018).

Habibie kala itu yang merangkap jabatan sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), berhasil merintis dan melakukan pengembangan risek dan teknologi. Padahal, Indonesia kala itu masih dalam proses pembangunan, dan ekonomi sedang tak baik-baik saja.

Habibie mengaku termotivasi untuk mengembangkan teknologi bangsa Indonesia berkat ucapan dari Bung Karno yang memiliki latar belakang seorang insinyur. Bung Karno pernah berkata: Bangsa yang besar ini dapat dipersatukan dan dikuasai secara militer, dan dapat pula terintegrasi bila bangsa ini menguasai dua hal, yakni penerbangan dan perkapalan.

“Beberapa saat sebelum berangkat, Habibie dan rombongan mahasiswa yang akan ke Jerman Barat mendapat petuah dari Presiden Soekarno. Beliau memencet-mencet kepala saya, lalu berkata, 'Kalianlah yang akan menentukan masa depan bangsa.' Habibie ketika itu duduk paling depan sembari bersila di lantai, menengadah sembari memelototkan matanya yang bundar ke arah Bung Karno. Mungkin karena mata saya yang melotot itu beliau memencet-mencet kepala saya,” ucap Habibie dikutip Agus Basri, Linda Djalil, dan Sri Pudyastuti dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Mister Crack dari Pare-Pare (1992).

Habibie dan prestasinya

Habibie saat dilantik menjadi presiden ketiga RI (Sumber: Commons Wikimedia)

Sebelum menjabat Menristek, Habibie lebih dulu diajak berkunjung ke kediaman Soeharto pada akhir Januari 1974. Dalam pertemuan itu, Habibie diberikan tiga petunjuk.

Satu, Habibie diperkenankan membuat industri pesawat. Kedua, supaya saya mempersiapkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Ketiga, mendirikan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek).

Soeharto memberikan kebebasan kepada Habibie untuk menjalankan amanahnya. Soeharto hanya memberikan satu catatan: jangan mengobarkan revolusi. Lantaran itu, Habibie menjalankan petunjuk dari Soeharto dengan sebaik-baiknya.

Sebagai Menristek, Habibie memiliki strategi yang jelas tentang bagaimana Indonesia memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tak hanya pesawat terbang, Habibie turut mendukung penelitian bioteknologi yang digerakan oleh sains.

Di lain sisi Habibie juga yang mensponsori beasiswa ribuan anak muda untuk meraih ilmu pengetahuan dan teknologi di luar negeri. Apalagi, Habibie sering kali menggunakan kekuatannya untuk memangkas berokrasi yang menghambat penelitian ilmiah.

“Habibie, yang mengembangkan industri pesawat terbang Indonesia pada saat itu, memperhatikan revolusi ilmiah penting yang tengah terjadi di bidang biologi molekuler, yang jauh dari bidang keahliannya. Ini adalah bukti pemikiran visionernya sebagai menteri riset dan teknologi,” tulis Sangkot Marzuki dalam tulisannya di The Conversation berjudul Mantan presiden B.J. Habibie adalah Menteri Riset dan Teknologi Terbaik yang Pernah Dimiliki Indonesia (2019).

Kendati demikian, Habibie tetap menekankan prestasi yang didapatnya adalah hasil kerja kolektif. Dalam artian, banyak orang yang telah terlibat di dalam mengembang pembangunan teknologi Indonesia.

Yang paling penting, Habibie kemudian tak hanya dikenal sebagai ahli kedirgantaraan. Melainkan, Habibie melambungkan diri sebagai salah pusat kekuatan orde lama.

Satu sisi, Habibie memiliki ide. Sisi lainnya, dalam pembangunan teknologi, Habibie laksana juru strategi yang handal.

“Saya pernah mengatakan, pembangunan itu kan seperti mobil. Sopirnya mandataris MPR, mobilnya Republik Indonesia. Gasnya itu para insinyur, remnya ekonom. Kalau you hanya pakai rem, mobil tak akan keluar garasi. Tapi kalau hanya pakai gas, baru 10 meter sudah nabrak pohon. Bagaimana Anda bisa dipercaya Presiden untuk memegang begitu banyak jabatan? Mungkin itu ada hubungannya dengan yang selalu Pak Harto katakan tentang para menteri dan pembantu pembantunya. Semuanya diberi kesempatan yang sama untuk berprestasi, tapi ya dilaksanakan,” ucap Habibie dalam wawancaranya bersama Majalah Tempo berjudul Saya Tak Sebodoh yang Dikira Orang (1992).

*Baca Informasi lain soal SEJARAH NUSANTARA atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.

BERNAS Lainnya