Polemik Lembaga Survei, Dewan Etik Persepi Dinilai Punya Konflik Kepentingan

JAKARTA - Keputusan Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) menjatuhkan sanksi kepada Poltracking Indonesia terkait hasil survei Pilkada Jakarta berujung kontroversi.

Pakar komunikasi politik sekaligus Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Karim Suryadi merasa aneh dengan hal tersebut. Dia mempertanyakan objektivitas proses pengambilan keputusan Dewan Etik Persepi yang salah satu anggotanya, Saiful Mujani merupakan pemilik lembaga survei.

"Yang menjadi pertanyaan saya bagaimana tingkat independensi dan obyektivitas dewan etik. Apakah dewan etik keanggotannya itu terbebas dari kepentingan lembaga survei atau tidak," ujarnya Karim, Senin 11 November.

Diketahui Saiful Mujani merupakan pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif LSI periode 2005-2010. Baru di tahun 2011, Saiful Mujani mendirikan lembaga survei dan konsultasi politik bernama Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).

Dari jejak itu, Karim sangsi dengan netralitas Saiful Mujani dalam mengambil keputusan ketika menjadi anggota Dewan Etik Persepi dalam menyidang Poltracking dan LSI.

Belum lagi, lanjut dia, telah beredar luas chat di grup WhatsApp Persepi terkait Saiful Mujani bernada tendensius terhadap Poltracking Indonesia yang memiliki perbedaan dengan LSI dalam hasil survei Pilkada Jakarta 2024.

Dalam survei itu, Poltracking menunjukkan tingkat keterpilihan pasangan Ridwan Kamil-Suswono sebesar 51,6 persen, disusul Pramono Anung-Rano Karno 36,4 persen, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana memperoleh 3,9 persen.

Sementara hasil survei LSI menyampaikan data pasangan Pramono Anung-Rano Karno unggul dengan perolehan 41,6 persen, sementara Ridwan Kamil-Suswono hanya mendapat 37,4 persen, dan Dharma-Kun di posisi buncit dengan elektabilitas 6,6 persen.

Menurut Karim, keputusan Dewan Etik Persepi yang menjatuhkan sanksi pada Poltracking tanpa alasan pelanggaran yang jelas semakin mempertebal dugaan adanya konflik kepentingan. Tindakan ini menunjukkan betapa rapuhnya sistem pengawasan etika dalam industri survei nasional.

"Harus jelaskan secara terbuka. Dan yang paling penting menurut saya bukan Poltracking punya dua data, bukan itu, tapi juga menjelaskan bagaimana tingkat independensi keanggotaan dewan etik dan mereka tak punya kepentingan," kata Karim.