Bagikan:

JAKARTA - Dewan etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) dinilai kembali menunjukkan tidak kredibel dan tidak berintegritas setelah terbongkar di media. Anggota dewan etik Persepi dianggap tidak jujur dalam menyampaikan hasil sidang Persepi dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI).

Hal itu disampaikan Dewan Etik Persepi melalui Ketua Bidang Internal Persepi Arya Fernandes dalam keterangan konferensi pers membedah hasil sidang dewan etik secara terbuka di Hotel Mercure Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu 9 November.

“Ada satu kelurahan yang diganti. Kelurahan Gondangdia tidak memberikan izin survei, sehingga dilakukan penggantian ke Kelurahan Cikini. Penggantian Kelurahan dilakukan dengan pengacakan Kelurahan di Kecamatan yang sama,” kata Philips dalam keterangan pers, Senin 11 November.

Padahal pada faktanya terbongkar kebohongan melalui rekaman video proses persidangan yang tersebar bahwa LSI sebenarnya mengubah PSU di wilayah tertentu. Hal itu dikonfirmasi Ketua Bidang Internal Persepi, Arya Fernandez dalam sidang.

Dalam rekaman tersebut, terdengar jelas pernyataan Hamdi Muluk dengan sejumlah anggota sidang bertentangan dengan klaimnya saat konferensi.

"Kalau misalkan satu Lembaga satu kelurahan yang terpilih itu kemarin (Sidang LSI) cukup lumayan banyak digantikan di semua wilayah ada pak? Jakarta Barat Timur, selatan ada? iya? Sekitar 60 (PSU) kelurahan dulu, itu kelurahan enggak ada yang ada berapa itu ditolak kan ya artinya adalah kemudian harus di pengganti," kata Hamdi Muluk saat sidang pertama di Jakarta, 29 Oktober.

Pengungkapan ini menunjukkan adanya upaya manipulasi fakta oleh pihak Persepi. Skandal Persepi ini juga memunculkan spekulasi objektivitas dan kredibilitas Persepi sebagai badan yang seharusnya menjaga etika dalam menentukan hasil sidang Persepi.

Terbongkarnya video tersebut dinilai membuktikan Persepi terbukti ada konflik kepentingan. Selain itu, Persepi menyembunyikan fakta LSI mengubah PSU atau responden.