Gak Selalu Buruk, Berpikir Pesimis Bermanfaat untuk 4 Hal Berikut

YOGYAKARTA – Berpikir optimis dinilai baik sebagai pendorong kesuksesan seorang wirausaha. Tetapi apakah sebaliknya, berpikiran pesimis ada manfaatnya?

Optimis yang buta juga membuat seseorang tidak siap menghadapi situasi menegangkan. Sebuah teori baru menyatakan pemikiran negatif dalam batas tertentu, dapat bermanfaat mengantisipasi tantangan. Dalam konteks ini adalah pemikiran pesimis, yang mendorong seseorang membuat perencanaan untuk skenario terburuk sehingga efektif dalam mengatasi tantangan. Melansir laman Melody Wilding, Minggu, 10 November, pesimisme defensive melibatkan gambaran jelas tentang tantangan yang mungkin muncul kemudian membayangkan langkah-langkah untuk mengatasi masalah. Praktik ini membantu mengatasi kecemasan ke aktivitas yang produktif. Lebih spesifik lagi, berikut manfaat berpikir pesimis.

1. Menjadi lebih produktif

Orang optimis yang buta, bisa merasionalisasi  dan memiliki asumsi “semua akan baik-baik saja”. Asumsi ini bisa membuat seseorang luput dari tanda-tanda peringatan. Ini juga membuat seseorang membuat keputusan buruk, suka menunda-nunda, dan gagal mengambil tindakan pencegahan masalah. Di sisi lain, pesimisme defensif menggunakan latihan mental untuk membuat rencana penanganan masalah.

Dengan pesimis defensif, kita bisa bertindak tanpa harus mengambil langkah mundur. Kita bisa membuka diri terhadap informasi dan peluang baru daripada tetap terpuruk di tengah masalah.

Ilustrasi manfaat berpikir pesimis (Freepik)

2. Selalu siap

Banyak pengusaha dapat merasa yakin bahwa promosi akan berhasil, tetapi seketika panik saat pertemuan gagal atau ditunda. Dengan berpikir pesimis, seseorang akan lebih siap menghadapi risiko terburuk dan menyiapkan antisipasi. Orang yang berpikir pesimis juga berpikir jauh ke depan, tetapi tentu saja harus tetap fleksibel menghadapi tekanan.

3. Lebih percaya diri

Sikap optimis kadang jadi petaka, terutama saat situasi menegangkan, misalnya ketika negosiasi atau berbicara di depan umum. Mengatakan pada diri sendiri untuk “bersemangat dan melihat sisi positif” saat berbisnis, bisa membuat seseorang abai pada perasaan sebenarnya. Yang ada hanya memanipulasi rasa khawatir.

Orang pesimis yang defensif, menggunakan self-talk yang lebih konstruktif. Ini berguna untuk memotivasi diri dan menumbuhkan profesionalitas serta pola pikir. Mereka tidak menginternalisasi kemunduran atau melihat hambatan sebagai kegagalan pribadi. Sebaliknya, dialog internal mereka berfokus pada pertanyaan kepada diri sendiri tentang apa yang dapat mereka pelajari atau bagaimana mereka dapat melakukannya dengan lebih baik di lain waktu.

4. Belajar memperhitungkan risiko

Risiko dalam bisnis perlu diperhitungkan sebagai peluang. Gagal tentu sangat mungkin, apalagi keberhasilan. Penelitian menunjukkan, ketika CEO terlalu optimis, mereka akan menanggung lebih banyak utang. Ini akan berpotensi membahayakan perusahaan. Pesimisme defensif diperlukan, gunanya untuk melindungi diri dan memperhitungkan risiko yang lebih realistis.

Misalnya, ketika dihadapkan pada pilihan untuk membuka toko baru, seorang pesimis defensif akan menganalisis kemungkinan hasil negatif sebelum memutuskan. Sedangkan seorang optimis murni mungkin memutuskan untuk mempertaruhkan seluruh tabungan hidupnya pada usaha tersebut tanpa rencana cadangan.

Penting untuk dibedakan antara pesimisme defensif dan disposisional. Pesimisme disposisional cirinya memikirkan sesuatu hal secara fatal dan ini tidak sehat. Pesimisme defensif, adalah mengendalikan pikiran negatif sebelum menjadi tak terkendali. Jadi dengan berpikir pesimis, seseorang menggunakan imajinasi realistis tentang upayanya. Ini juga membantu mempersiapkan diri menghadapi tantangan, lebih dari sekedar perenungan saja.