Mengenal Anwar Ibrahim: Tokoh Oposisi yang Jadi PM Malaysia

JAKARTA - Anwar Ibrahim kerap dikenal sebagai politisi berisik. Ia dikenal aktif melemparkan kritik dari dalam dan luar gelanggang pemerintahan Malaysia. Ia pun harus menerima konsekuensi diasingkan dari peta politik Malaysia. Ia dipenjara berkali-kali.

Tuduhan yang pernah diarahkan kepadanya adalah terlibat korupsi dan sodomi. Namun, ia tak lantas menyerah. Anwar kerap memosisikan diri sebagai tokoh oposisi sejati. Ia tetap mendapatkan banyak dukungan dari rakyat Malaysia untuk memantapkan mimpi jadi PM Malaysia baru.

Peta politik Malaysia sulit menerima pendatang baru. Barang siapa yang ingin masuk politik, paling tidak berasal dari keluarga politisi maupun bangsawan. Pola itu kemudian membuat Anwar Ibrahim beruntung.

Orang tuanya termasuk dalam golongan politisi. Pengaruh itu membuat Anwar bebas merangkai mimpi-mimpi dan menempuh pendidikan tinggi. Ia mampu bergabung dengan partai berkuasa Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) pada 1982.

Ia bahkan dimentori langsung oleh Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad. Kedekatan itu membuat Mahathir mengangkat Anwar sebagai Wakil PM Malaysia pada 1993. Momentum itu tak disia-siakan oleh Anwar. Ia mulai berjuang untuk kesejahteraan semua etnis di Malaysia.

Tokoh oposisi Malaysia yang kemudian jadi PM Malaysia, Anwar Ibrahim. (ANTARA) 

Masalah muncul. Krisis ekonomi yang terjadi pada era 1997-1998 mengubah segalanya. Anwar mulai mengkritik mentornya sendiri, Mahathir terkait kebijakan melawan resesi ekonomi. Keduanya pun tak lagi sepaham. Kondisi itu membuat Mahathir memilih opsi tak populer.

Mahathir lebih memilih mengasingkan Anwar dari peta politik Malaysia. Sebab, Anwar dirasa mengacam kuasanya. Anwar lalu dituduh melakukan korupsi dan sodomi. Tuduhan palsu itu – sebab tidak bisa dibuktikan—jadi alasan pemerintah Malaysia menahannya.

Tuduhan sodomi dalam pemerintahan Malaysia memang sering digunakan sebagai ajian untuk memukul mundur lawan politik. Sebab, pelaku sodomi akan dikenakan hukuman hingga belasan tahun. Namun, segenap rakyat Malaysia dan dunia memprotes langkah Matathir. Deru protes itu salah satunya muncul dari tokoh politik Indonesia, dari Gus Dur hingga Prabowo Subianto.

“Bahkan, lebih malang lagi, pemerintah Malaysia gagal untuk tidak meninggalkan kesan bahwa aparat kekuasaannya, dalam hal ini polisi, bersih dari cara kekerasan terhadap tahanan. Anwar adalah seorang tokoh terkenal, dan nasibnya diikuti orang di seluruh dunia. Mahathir ternyata kecolongan dan tak bisa memperbaiki posisi ketika Anwar tampil di depan kamera dengan wajah bekas pukulan.”

“Tak mengherankan bila ditangkapnya Anwar telah menyatukan pelbagai kalangan politik Malaysia yang tak senang dengan keadaan, yang merasa tersinggung rasa keadilan dan akal sehat mereka--dan mulai merasa bahwa 17 tahun terlalu lama untuk seorang PM berkuasa. Singkatnya, Anwar memang tak segera menang, dunia memang tak usah dipedulikan, tapi Mahathir sudah memulai kekalahannya sendiri,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Dunia Menurut Dokter M (1998).

Dari Penjara ke Kursi PM Malaysia

Boleh jadi Anwar dibebaskan pada akhir 2004. Rakyat Malaysia pun menyambut kebebasannya. Namun, Anwar tak lantas memilih aktif langsung ke politik. Ia ingin menikmati kebebasannya di dunia akademis lebih dulu.

Malang tak dapat ditolak. Batinnya terus teriris kala melihat banyak rakyat Malaysia yang tak sejahtera. Sekalipun PM Malaysia sudah berganti ke Abdullah Ahmad Badawi. Ia melihat isu korupsi di era pemerintahan Badawi kemudian Najib Razak terus bergulir. Ia memilih kembali jadi tokoh oposisi.

Kedua PM Malaysia itu dianggap tak menempatkan pejabat mempuni. Hasilnya Malaysia amburadul. Namun, tak semua betah dikritik. Isu lama terkait Anwar si tokoh oposisi kembali digulirkan. Anwar dianggap melakukan sodomi dan di penjara pada 2015.

Baru kemudian Anwar diberikan pengampunan hukuman oleh Kerajaan Malaysia pada 2018. Anwar tetap berada jadi oposisi. Namun, ia memilih bergabung dengan mentornya terdahulu, alias orang yang memenjarakannya, Mahathir Mohamad.

Keduanya pun bersepakat akan membagi kekuasaan. Puncaknya, Najib Razak terseret dan ditangkap karena korupsi. Mahathir pun naik sebagai PM Malaysia dari 2018-2020. Rencananya jabatan PM Malaysia akan diberikan kepada Anwar sebagai penerus, tapi tak pernah dilakukan.

Anwar baru mendapatkan keinginannya jadi PM Malaysia pada 2022. Kemenangan koalisi partainya jadi musabab. Perjuangan Anwar akhirnya terbalaskan. Ia mencoba menjalankan janji-janji politiknya. Utamanya menyejahterakan rakyat Negeri Jiran.

"Saya merasakan keinginan kuat rakyat untuk berubah dan melihat kemajuan Malaysia ke arah yang baru," kata Anwar sebagaimana dikutip Haylena Krishnamoorthy dalam laman The Guardian berjudul Anwar Ibrahim: From Protest Leader and Prisoner to Malaysia’s PM (2022).