Model Sumber Terbuka AI yang Mudah Diakses Jadi Pisau Bermata Dua, Kok Bisa?

JAKARTA - Seorang Principal di East Ventures, Wasley Tay yang juga merupakan salah seorang panelis dalam panel diskusi Tech in Asia 2024 melihat bahwa banyaknya model sumber terbuka yang mudah diakses oleh semua orang bisa menjadi pisau bermata dua.

Karena menurutnya, bukan hanya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia saja, bahwa di Amerika Serikat atau China, banyaknya model sumber terbuka dan platform cloud yang mudah digunakan, bisa mendemokratisasi AI.

Hanya saja  Wasley menjelaskan bahwa kemudahan yang diberikan ini kemudian memungkinkan perusahaan rintisan, termasuk di Indonesia, untuk memanfaatkan AI tanpa harus memiliki tim peneliti AI yang besar.

"Masalahnya adalah mereka mempermudah perusahaan rintisan untuk mengintegrasikan produk apa pun yang mereka miliki, untuk mengintegrasikan produk mereka ke dalam produk perusahaan rintisan," kata Wasley pada Rabu, 23 Oktober di Jakarta.

Dengan demikian, dapat disimpulkan kalau kemampuan untuk mengaplikasikan AI ke dalam produk dan layanan yang sudah ada menjadi lebih penting daripada kemampuan untuk membangun model AI dari nol. 

"Saya pikir kita melihat bahwa AI adalah sebuah alat. Jika Anda tidak tahu cara membuat alat tersebut, saya rasa itu bukan masalah, karena orang lain yang membuat alat tersebut, tetapi bagaimana Anda menggunakan alat tersebut untuk memasukkannya ke dalam produk Anda," jelasnya.

Wasley pun menyoroti pentingnya pemahaman budaya dalam pengembangan AI. Menurutnya, kesenjangan yang lebih besar terletak pada bagaimana perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat memahami kebutuhan pasar dan mengembangkan produk AI yang relevan dengan budaya lokal.