Tradisi Tabok Sirih, Mitos yang Dipercaya Turun Menurun untuk Menangani Speech Delay

JAKARTA – Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) menekankan pentingnya stimulasi oleh orang tua kepada anak untuk mencegah terjadinya speech delay atau keterlambatan bicara. Kemampuan bicara anak dapat distimulasi menggunakan kata-kata sederhana setiap hari agar terbiasa untuk mendengar dan belajar berbicara.

Belum lama ini viral sebuah video yang menunjukkan ritual tabok sirih. Ritual ini cukup populer di wilayah Lingkungan Gebang Tengah yang terletak di Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember. Ritual pengobatan tradisional ini sudah berjalan secara turun temurun di lingkungan tersebut dan dipercaya dapat mengatasi masalah keterlambatan bicara pada anak usia dini.

Berdasarkan hasil penelitian bertajuk “Ritual Tabok Sirih sebagai Upaya Penanganan Keterlambatan Berbicara pada Anak Usia Dini: Magis atau Edukatif?” masyarakat di Lingkungan Gebang Tengah masih mempercayai ritual Tabok Sirih sebagai salah satu penanganan masalah keterlambatan bicara pada anak usia dini. Orang tua yang memiliki anak usia 2-3 tahun yang belum bisa berbicara lancar akan datang ke dukun setempat untuk menjalani situal ini.

Seorang ibu sedang membacakan buku cerita kepada anak sebelum tidur. (ANTARA/Pexels/am)

Tidak semua dukun dapat menjalankan rituasl ini, melainkan hanya salah satu dukun yang mewarisi ilmu pengobatan tradisional tersebut secara turun temurun. Ritual dilaksanakan pada Jumat Manis saat azan kedua sholat Jumat. Setelah azan kedua berkumandang, dukun memulai prosesi ritual dengan membaca doa dan menepuk-nepukkkan (tabok) tiga lembar daun sirih ke mulut anak sebanyak tiga kali.

Tabok sirih ternyata bukan satu-satunya ritual yang dipercaya bisa melancarkan bicara anak. Di sejumlah daerah, ritual lidah dikerik batu cincin juga dilakukan orang tua untuk mengatasi speech delay. Selain itu, memberikan manggis kepada anak dan memakan tempe yang dibungkus daus juga termasuk di antara tips yang lazim digunakan orang untuk membuat anak cepat bicara.

Penyebab Terlambat Bicara

Speech delay atau keterlambatan bicara adalah perkembangan kecakapan anak dalam hal berbicara yang terlambat dibandingkan anak seusianya. Seorang anak dikatakan mengalami keterlambatan bicara apabila kemampuan produksi suara dan keterampilan berkomunikasinya di bawah rata-rata anak seusianya.

Permasalahan keterlambatan bicara sering menjadi perhatian orang tua karena dampaknya pada hambatan komunikasi, juga risiko jangka panjang bagi anak baik berupa kesulitan dalam pergaulan teman sebaya maupun keberhasilan di sekolah.

Pengurus Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Fitri Hartanto, Sp.A(K) menjelaskan, ada dua faktor penyebab terjadinya keterlambatan bicara sehingga mengganggu tumbuh kembang pada anak.

"Keterlambatan bicara dua anak dikenali dari dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik," kata Fitri dalam webinar ‘Mengenali Keterlambatan Bicara pada Anak’ yang diselenggarakan IDAI.

Orang tua menemani anak bermain media sosial pada gawai. (Pexels)

Fitri menjelaskan, faktor intrinsik menyebabkan speech delay tipe sekunder yang disebabkan oleh kelainan organ, gangguan saraf, gangguan perilaku, gangguan kognitif, termasuk di dalamnya juga keterlambatan perkembangan (maturation delay).

Sementara faktor ekstrinsik menjadi penyebab speech delay tipe primer, di mana keterlambatan terjadi pada aspek bahasa.

Secara umum, faktor ekstrinsik disebabkan oleh stimulasi yang kurang dan pembelajaran yang salah sehingga anak mengalami speech delay. Menurutnya, kekurangan stimulasi terjadi karena pola asuh anak yang permisif misalnya menuruti kemauan anak tanpa menggunakan bahasa ucapan, tetapi hanya melalui gestur. Kondisi ini kemudian diperparah dengan pola asuh yang overprotektif, yaitu ketika kemaunan anak selalu dilayani hanya supaya tidak menangis.

"Kalau hanya meraih tangan atau menunjuk saja sudah diberikan keinginannya dengan harapan agar anak tidak menangis, ini tidak memberi kesempatan anak belajar dengan benar. Harus diperbaiki dengan bahasa ucap," ujarnya.

Pengaruh Gawai terhadap Kemampuan Bicara

Keberadaan gadget atau gawai dalam kehidupan sehari-hari bak pisau bermata dua. Di satu sisi gawai memiliki sejumlah manfaat yang juga bisa dirasakan para orang tua. Namun di sisi lain penggunaan gadget berlebihan justru bisa menimbulkan dampak negatif, di antaranya menyebabkan anak mengalami keterlambatan bicara.

Anak yang terpapar gadget hanya mendapatkan stimulasi satu arah dan tidak ada komunikasi dengan lingkungan sekitar. Padahal salah satu cara menstimulasi anak agar bisa berbicara adalah dengan komunikasi dua arah.

“Dari hasil penelitian, screen time memberi dampak bagi perkembangan anak, baik itu perilaku maupun kemampuan bahasanya. Overstimulasi visual ini menyebabkan anak konsentrasinya tidak baik,” kata Fitri.

Screen time secara berlebihan dapat menjadi salah satu penyebab keterlambatan bicara pada anak. (Unsplash)

Untuk itu, Fitri menekankan pentingnya peran orang tua memberikan stimulasi agar anak dapat bicara dengan lancar. Stimulasi yang paling mudah dan murah adalah dengan mengajak si kecil ngobrol sejak bayi. Dokter Fitri menegaskan, sering ngobrol membuat anak cepat belajar mendengar, latihan fokus, mengetahui siapa sosok yang berbicara, dan berusaha merespons.

“Ketika anak sudah sering diajak bicara, maka ia akan mudah mengikuti tahapan yang sesuai milestone-nya,” ujar dokter yang berpraktik di RS Kariadi Semarang tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) menyarankan agar orang tua membetulkan kata yang diucapkan anak agar si kecil bisa cepat berbicara dan menambah kosa kata.

“Orang tua yang mengajak anak bercerita, ngobrol, membetulkan suku kata yang diucap anak. Itu akan membantu stimulasi pada anak supaya lancar berbicara,” tandas dr. Piprim.

Diagnosis speech delay perlu dilakukan sedini mungkin karena keterlambatan bicara bisa menjadi penanda si kecil mengalami gangguan kognitif atau perkembangan otak. Untuk itu, orang tua perlu memantau tumbuh kembang anak, termasuk kemampuan berbicaranya dan tidak ragu berkonsultasi ke dokter.