JAKARTA – Masa jabatan Presiden Joko Widodo hanya tinggal hitungan hari. Menjelang purna tugas, tingkat kepuasan terhadap Jokowi masih tinggi meski belakangan ini dihantam sejumlah isu tak sedap.
Presiden Jokowi dan Wapres Mar’ruf Amin akan meletakkan jabatannya pada 20 Oktober mendatang, dan tugasnya dilanjutkan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Namun belakangan ini citra Jokowi mengalami penurunan dan cenderung mendapat nilai negatif dari publik. Mulai dari dugaan ia melakukan berbagai cara untuk memuluskan langkah putra sulungnya, Gibran, menjadi calon wapres di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Selain itu, dua putranya yakni Gibran dan Kaesang Pangarep juga menjadi sorotan karena masalah yang kontroversial. Kaesang dan istrinya, Erina Gudono, kedapatan ke Amerika Serikat menggunakan jet pribadi dan bergaya hidup mewah. Sedangkan nama Gibran dihubungkan dengan akun media sosial Fufufafa yang sempat menghebohkan publik.
Kepuasan Tinggi tapi Alami Kemunduran
Di tengah sederet masalah yang diarahkan kepada Jokowi menjelang akhir kepemimpinannya, tingkat kepuasan publik terhadap presiden ketujuh Indonesia ini terbilang masih memuaskan.
Survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis 4 Oktober mencatat tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi masih 75 persen. Survei ini melibatkan 3.450 responden di seluruh Indonesia, sedangkan jumlah sampel basis sebanyak 1200 orang, dengan over sampel di 11 provinsi terbesar, yaitu Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
Periode survei dimulai pada 22 September dan berakhir 29 September dengan penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling. Margin error sekitar 2,3 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin dalam ‘Rilis Temuan Survei Nasional: Evaluasi Publik Terhadap 10 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo’ mengatakan sebenarnya ada penurunan dari survei yang dilakukan timnya. Pada Zuli 2024, Jokowi mendapatkan angka 42 persen, kemudian September 75 persen.
Penurunan ini, dalam rilis tersebut, sebagian dipicu oleh ketidakpuasan publik terhadap upaya meloloskan rancangan undang-undang yang dianggap menguntungkan putra bungsunya, Kaesang Pangarep, terkait perubahan aturan pemilihan kepala daerah.
“Terkait aksi Kawal Putusan MK, ini kemungkinan besar menjelaskan tren penurunan dalam dua bulan terakhir,” jelas Burhanuddin.
Meski demikian, Burhanuddin menambahkan, mayoritas masyarakat Indonesia masih menghargai berbagai bantuan sosial yang diberikan selama sepuluh tahun kepemimpinannya, serta kemampuan pemerintah mengendalikan inflasi.
"Itu pola umum. Pas approval (kepuasan) tinggi, rata-rata inflasi rendah," ujar Burhanuddin dalam keterangan pers terkait survei tersebut.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menuturkan kritik-kritik terhadap dinasti politik tidak terlalu berdampak terhadap hasil survei kepuasan publik. Adi mensinyalir, masyarakat Indonesia, terutama kelas menengah ke bawah, masih merasa puas terhadap kinerja Jokowi. Kepuasan ini disebabkan oleh pembangunan infrastruktur dan penyaluran bantuan sosial (bansos) yang kerap dilakukan sang presiden.
“Secara umum, masyarakat kelas menengah ke bawah adalah yang mendominasi,” kata Adi.
Anomali Masyarakat Saat Disurvei
Survei Indikator Politik menunjukkan bahwa berdasarkan usia, ada kecenderungan tingkat kepuasan semakin rendah pada kelompok yang semakin muda. Demikian pula dengan berdasarkan pendidikan, ada kecenderungan tingkat kepuasan semakin rendah pada kelompok yang semakin terdidik. Menurut kelompok pendapatan, tingkat kepuasan semakin rendah pada kelompok yang lebih kaya.
Survei tersebut menanyakan kepada publik tentang kepuasan mereka terhadap Presiden Jokowi, kepuasan kinerja di berbagai bidang, awareness terhadap perkembangan politik dan sikap mereka tentangnya, dan kepercayaan pada institusi.
Sejumlah pengamat meragukan hasil survei dan menilai masyarakat Indonesia sering kali menunjukkan inkonsistensi ketika ditanya kinerja presiden.
Firman Noor, pengamat politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), meragukan tingkat kepuasan terhadap Jokowi yang masih tinggi. Menurutnya, masyarakat Indonesia anomali ketika disurvei.
BACA JUGA:
Meski kerap mengeluhkan kesulitan ekonomi atau pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat yang disurvei justru kerap mengaku puas karena takut kehilangan kesempatan menerima bantuan sosial atau merasa sungkan dengan tokoh dan lembaga yang disurvei.
"Ketika bicara kepuasan terhadap presiden, cerita masyarakat bisa berbeda, Sehingga, survei ini tidak menangkap realita sesungguhnya," kata Firman.
"Dalam pengalaman saya melakukan survei, ada sense of inconsistency jika terkait kepuasan publik. Sangat jamak orang-orang menengah ke bawah justru takut saat disurvei."
Firman Manan, pengajar ilmu politik Universitas Padjadjaran tidak terkejut dengan temuan Indikator Politik, karena sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan menengah hingga bawah.
“Terkonfirmasi dalam temuan survei, ketidakpuasan lebih besar pada kelompok ekonomi dan pendidikan menengah ke atas yang jumlahnya minoritas,” ucap Firman.
Mayoritas warga masih menjadikan persoalan ekonomi sebagai isu prioritas, dan hal ini diredam pemerintah melalui berbagai bantuan sosial sejak akhir tahun lalu kepada kelompok menengah ke bawah sehingga memberi sentimen positif.
"Sementara isu seperti kasus private jet Kaesang, merupakan isu elitis yang memicu sentimen negatif dari warga dengan tingkat ekonomi dan pendidikan menengah ke atas," ujar Firman lagi.
"Bagi mayoritas warga, isu elitis nampaknya tidak mempengaruhi tingkat penerimaan mereka terhadap Presiden Jokowi,” tandasnya.