Fenomena Hiperlaktasi, Benarkah Bikin Ibu dan Bayi Bahagia?

JAKARTA - Fenomena hiperlaktasi menjadi salah satu tren yang belakangan ini sering dibicarakan di kalangan ibu menyusui hingga media sosial. Tidak sedikit dari para ibu yang seolah berlomba-lomba menyetok ASI (air susu ibu) perah sampai berkantung-kantung dan memenuhi isi kulkas.

Hiperlaktasi adalah kondisi ketika produksi ASI berlebihan sehingga jauh melampaui kebutuhan bayi. Dalam beberapa kasus, seorang ibu bisa mengeluarkan ASI hingga 500 ml atau lebih dalam sekali menyusui.

Meskipun produksi ASI melimpah kerap dipandang sebagai prestasi, namun dr. Stephanie Clara, dokter laktasi dari Eka Hospital Grand Family mengatakan, kuantitas ASI bukanlah satu-satunya ukuran keberhasilan menyusui.

"Ibu-ibu sering kali terlalu fokus pada kuantitas ASI. Padahal, target kita bukan itu. Yang penting anak tumbuh baik, tinggi sesuai usia, dan bahagia. Anak bisa mendapatkan ASI sesuai porsinya saja, itu sudah cukup," ujar dr. Stephanie dalam media gatheringnya di Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2024.

Dalam hal ini, berlebihan dalam mengejar produksi ASI justru menyebabkan ibu terjebak dalam tekanan yang merugikan fisik hingga mental. Padahal, lebih penting bagi ibu menyusui untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan bayi dan kondisi tubuh mereka sendiri.

Hiperlaktasi dapat menimbulkan risiko fisik dan emosional bagi ibu. Payudara yang terlalu cepat penuh, bahkan hanya dalam waktu setengah jam setelah menyusui dapat membuat ibu merasa tidak nyaman dan rentan mengalami stres.

Selain itu, produksi ASI yang berlebihan juga memerlukan asupan kalori dan gizi tinggi untuk menjaga keseimbangan energi ibu.

“Kasihan ibu, karena produksi susu itu menguras kalori. Kalau terlalu banyak, gizi ibu bisa tergerus. Jadi, ibu harus mengonsumsi makanan bergizi agar produksi ASI tetap terjaga,” tambah dr. Stephanie.

Ibu dengan hiperlaktasi bukan hanya mengalami kelelahan fisik, tetapi juga berisiko mengalami masalah psikologis. Kelebihan produksi ASI bisa membuat ibu merasa cemas atau kewalahan, terutama jika proses menyusui menjadi lebih sering dan intens.

Bayi pun bisa mengalami kesulitan karena aliran ASI yang terlalu deras dapat menyebabkan mereka tersedak atau sulit mengisap dengan nyaman.

Kondisi ini juga mempengaruhi kualitas tidur dan istirahat bagi ibu. Karena payudara cepat penuh, ibu mungkin merasa harus sering memompa atau menyusui, sehingga pola tidur terganggu dan energi terkuras.

"Bagi ibu menyusui, terpenting bukanlah seberapa banyak ASI yang diproduksi, tetapi bagaimana bayi tumbuh sehat, perkembangannya sesuai dan bahagia, serta ibu tetap terjaga kesejahteraannya," pungkas dr. Stephanie.