Bagikan:

DEPOK - Polres Metro Depok mengungkap fakta baru terkait kasus perdagangan bayi antarpulau. Selain mencari ibu hamil yang berniat menjual bayinya melalui media sosial Facebook, tersangka I Made Aryadana, yang bertindak sebagai penampung bayi untuk dijual antarpulau, ternyata juga mengelola sebuah yayasan ibu hamil di Tabanan, Bali.

Tersangka Made menargetkan orang tua bayi yang tidak mampu secara ekonomi serta bayi yang lahir di luar nikah. Para korban diberikan fasilitas berupa tempat tinggal, biaya persalinan, dan perawatan bayi.

Kapolres Metro Depok Kombes Pol Arya Perdana mengungkapkan, setelah mendapatkan fasilitas tersebut, para orang tua harus setuju untuk menjual bayi mereka kepada pihak yang ingin mengadopsi secara ilegal.

"Dia menggunakan kedok yayasan untuk menampung ibu hamil yang tidak punya biaya. Ini memanfaatkan orang-orang yang lemah, tidak berdaya. Jadi, setelah melahirkan, mereka diberi makan, tempat tinggal, biaya persalinan, tetapi bayinya dijual kepada orang yang ingin mengadopsi," jelas Arya, Kamis 5 September.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga telah bekerja sama dengan Polda Bali. Saat mengunjungi yayasan milik tersangka Made, ditemukan delapan ibu hamil yang dirawat dan siap menjual bayi mereka secara ilegal.

Ketua KPAI Ai Maryati menyampaikan, kasus perdagangan bayi melalui media sosial ini hanya sebagian kecil dari masalah yang lebih besar, karena jaringan perdagangan ini bisa melibatkan pihak asing.

"Pengungkapan polisi ini seperti fenomena gunung es. Saat ini, ada delapan ibu hamil di TKP di Bali, yang menunjukkan betapa besar ancaman perdagangan manusia ini," kata Maryati pada Kamis (5/9/2024).

Kasus ini pertama kali terungkap berkat laporan warga yang curiga dengan adanya bayi-bayi yang ditampung di sebuah kontrakan di Krukut, Limo, Kota Depok. Saat digerebek, polisi menemukan dua bayi dan menangkap dua perempuan yang bertindak sebagai perantara.