Tren Menurunkan Berat Badan dengan Pil Telur Cacing Pita, Apa Efek Sampingnya?

JAKARTA - Memiliki badan ideal sepertinya menjadi banyak perempuan. Ada sejumlah perempuan yang rela melakukan apa saja asalkan memiliki tubuh langsing. Bahkan, kini muncul tren aneh menurunkan berat badan dengan mengonsumsi pil telur cacing pita.

Pil telur cacing pita dijual di dark web atau situs gelap. Pil ini diklaim solusi cepat untuk menurunkan berat badan. Selain itu, hal ini membahayakan penyakit serius hingga kematian.

Diketahui, cacing pita adalah parasit yang tumbuh dalam tubuh manusia. Praktik aneh menelan telur cacing pita untuk menurunkan berat badan sudah ada sejak era Victoria, meskipun tidak jelas seberapa umum metode tersebut digunakan.

Dilansir dari laman NY Post, Onkolog di Amerika Serikat (AS) bernama Dr. Bernard Hsu membagikan sebuah kasus keanehan dalam medis. Ia melaporkan ada seorang perempuan yang membeli pil berisi telur cacing pita menggunakan mata uang kripto.

Pasien berinisial TE telah berjuang untuk menurunkan berat badan melalui diet dan olahraga. Ketika perempuan berusia 21 tahun ini menelusuri iklan di media sosial tentang pengobatan penurunan berat badan yang 'kontroversial' dengan foto sebelum dan sesudah yang sangat meyakinkan.

"TE merasa tertarik. Metode 'terlarang' itu disebut sangat bagus dan ampuh sehingga menjadikannya ingin mengetahui lebih dalam," ucap Dr Hsu lewat siaran YouTube.

TE langsung menelan dua pil cacing pita dengan harapan berat badannya segera turun, meski harus membayar mahal. Meski senang dengan penurunan berat badannya, TE mengalami beberapa gejala seperti kram dan kembung di perutnya.

Namun, kekhawatirannya bertambah setelah kejadian mengejutkan di kamar mandi. Saat buang air besar, perempuan itu merasa ada yang bergerak di anusnya.

"Saat dia hendak menyiram, dia menoleh ke belakang dan melihat beberapa potongan persegi panjang berwarna cokelat mengambang di dalam mangkuk dan merayap keluar," tuturnya.

TE menganggap gerakan tersebut muncul, karena bagian dari proses keluarnya lemak dari tubuhnya. Tetapi, gejalanya bertambah aneh. Beberapa minggu kemudian, ia melihat benjolan yang tidak biasa di bawah dagunya.

Ia menekan benjolan itu dan terbangun dengan posisi tengkurap di lantai setelah pingsan. Selain itu, TE merasakan sakit kepala hebat dan tekanan kranial yang terjadi pada beberapa hari.

Akhirnya, ia memeriksakan diri ke rumah sakit karena sakit kepala parah dan nyeri perut, tanpa memberi tahu tentang percobaannya mengonsumsi makanan cacing pita. Tes yang biasa dilakukan untuk mengukur kadar gula darah dan infeksi bakteri menunjukkan hasil negatif.

Sebab, yakin bahwa ia mungkin mengidap infeksi virus yang tidak diketahui. Dokter mengobati perutnya yang membengkak dan memulangkannya tanpa diagnosis yang jelas. Sakit kepala itu segera kembali disertai gejala baru yang menakutkan.

Dia kembali ke rumah sakit. Pada saat itu, sekitar satu tahun mengonsumsi pil telur cacing pita, tetapi dokternya masih belum mengetahuinya. Dokter mengalihkan pemeriksaan ke otaknya dan menemukan banyak lesi.

Hal ini mendorong dokter untuk memeriksa seluruh tubuhnya secara lebih luas dan menemukan lebih banyak lesi di beberapa organ, termasuk lidah dan hatinya. Hingga akhirnya, TE mengakui rencana dietnya yang berbahaya.

Mereka menemukan TE telah memakan dua spesies parasit. Taenia saginata, atau cacing pita sapi, cocok dengan deskripsi serangga berbentuk persegi panjang berwarna cokelat yang ditemukannya di mangkuk toiletnya beberapa minggu setelah pertama kali meminum pil tersebut.

Jenis kedua yang menyebabkan masalah besar. Taenia solium, yang berasal dari daging babi. Cacing pita ini keluar dari saluran pencernaan dengan melepaskan telur ke dalam aliran darah dan menempel pada jaringan tubuh mana pun, seperti otak.

Meskipun telur tidak akan menetas, kecuali tetap berada di dalam usus, telur yang utuh dapat menyebabkan berbagai efek samping yang mengerikan, seperti benjolan keras yang ditemukan di bawah dagunya.

Proses ini disebut sistiserkosis, tidak berbahaya bagi sebagian orang tetapi menjadi mimpi buruk bagi sebagian lainnya, tergantung di mana telur-telur itu hinggap.

"Orang-orang lain yang menderita sistiserkosis otak telah mengalami perubahan kepribadian dan disfungsi kognitif selama bertahun-tahun sebelum menyadari masalah tersebut," kata Hsu.

Untungnya, cacing pita dapat diobati dan TE menerima obat untuk melumpuhkan serta membuat cacing tersebut kelaparan, sehingga tubuh dapat mengeluarkan organisme asing, dan steroid untuk menenangkan peradangan di otaknya.

Setelah tiga minggu di rumah sakit, TE bebas cacing pita dan diperbolehkan pulang.

"Pada manusia yang berbadan sehat, penurunan berat badan melalui diet dan olahraga dapat dilakukan secara fisik, dan itu memiliki risiko yang jauh lebih kecil daripada membiarkan organisme tambahan secara sengaja hidup di dalam tubuh Anda." tutupnya.