AS Pertimbangkan Pemecahan Google dalam Kasus Monopoli Pencarian Bersejarah
JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada Selasa 8 Oktober mengumumkan bahwa mereka mempertimbangkan untuk meminta pengadilan agar memaksa Alphabet Inc., induk perusahaan Google, untuk melepaskan beberapa unit bisnisnya seperti peramban Chrome dan sistem operasi Android. Langkah ini dianggap perlu karena unit-unit tersebut digunakan untuk mempertahankan monopoli ilegal dalam pencarian online.
Kasus ini mencatatkan babak baru dalam sejarah persaingan bisnis di sektor teknologi. Pada bulan Agustus lalu, seorang hakim di AS memutuskan bahwa Google, yang menguasai sekitar 90% pasar pencarian internet di negara itu, telah membangun monopoli secara ilegal. Monopoli ini dinilai oleh Departemen Kehakiman AS sebagai penghalang bagi pesaing Google dan dapat merusak ekosistem digital dengan terus mengontrol distribusi informasi online.
Usulan pemecahan ini berpotensi mengubah cara masyarakat Amerika menemukan informasi di internet. Selain itu, langkah ini juga dapat mengecilkan pendapatan Google dan memberi ruang bagi para pesaing untuk berkembang.
Departemen Kehakiman menekankan pentingnya menghentikan dominasi Google, tidak hanya pada distribusi saat ini, tetapi juga mencegah mereka mengontrol distribusi di masa depan, termasuk di sektor yang sedang berkembang pesat, seperti kecerdasan buatan (AI).
Selain mewacanakan pemecahan unit bisnis, Departemen Kehakiman juga berencana mengajukan permintaan kepada pengadilan agar menghentikan pembayaran besar yang dilakukan Google kepada perusahaan-perusahaan teknologi lain.
Sebagai contoh, pada tahun 2021, Google membayar 26,3 miliar dolar AS (Rp411,7 triliun) kepada perusahaan seperti Apple untuk memastikan bahwa mesin pencari mereka menjadi default di ponsel pintar dan peramban.
Tanggapan Google
Menanggapi usulan pemecahan tersebut, Google menyatakan bahwa proposal tersebut "radikal" dan jauh melampaui isu hukum yang relevan dalam kasus ini. Google juga mengklaim bahwa mereka tetap memenangkan hati pengguna dengan kualitas mesin pencarinya, meskipun ada persaingan dari perusahaan seperti Amazon dan situs lain. Mereka menekankan bahwa pengguna memiliki kebebasan untuk memilih mesin pencari lain sebagai default.
Google berencana untuk mengajukan banding terhadap putusan ini. Dalam blog perusahaan, mereka menyatakan bahwa proposal dari pemerintah ini dapat membawa risiko besar bagi industri AI yang sedang berkembang, dengan distorsi investasi dan insentif yang salah, serta dapat menghambat model bisnis baru yang muncul.
Sebagai salah satu perusahaan terbesar di dunia dengan kapitalisasi pasar lebih dari 2 triliun dolar AS (Rp32 kuadriliun), Alphabet terus menghadapi tekanan hukum dari para pesaing dan otoritas antitrust, baik di AS maupun di Eropa.
Selain kasus monopoli pencarian ini, Google juga menghadapi gugatan lain dari Departemen Kehakiman yang menuntut pemecahan bisnis periklanan webnya. Di Eropa, meskipun ada tekanan untuk mempercepat proses penyelesaian kasus anti-persaingan terhadap Google, diperkirakan perintah pemecahan tidak akan dikeluarkan sebelum Kepala Antitrust Uni Eropa, Margrethe Vestager, meninggalkan jabatannya bulan depan.
Para pesaing Google, seperti Yelp dan DuckDuckGo, telah mendukung usulan pemecahan ini. Yelp, yang sebelumnya menggugat Google terkait hasil pencarian lokal, mengusulkan agar Chrome dan layanan AI milik Google juga dipisahkan dari perusahaan induknya. Mereka juga meminta agar Google tidak lagi diizinkan memberikan preferensi pada halaman bisnis lokal miliknya dalam hasil pencarian.
Baca juga:
Departemen Kehakiman diharapkan akan mengajukan proposal terperinci mengenai solusi yang diusulkan kepada pengadilan paling lambat 20 November. Google akan memiliki kesempatan untuk mengajukan usulannya sendiri hingga 20 Desember.
Sidang ini dianggap sebagai salah satu kemenangan besar bagi penegak hukum antitrust AS, yang dalam beberapa tahun terakhir telah membawa sejumlah besar kasus melawan perusahaan teknologi besar seperti Meta, Amazon, dan Apple atas dugaan monopoli ilegal.
Dampak dari keputusan ini tidak hanya akan dirasakan di AS, tetapi juga bisa memberikan pengaruh global dalam bagaimana regulator di seluruh dunia mengatur dan mengendalikan dominasi perusahaan teknologi besar di pasar digital.