Bomber Perempuan jadi Tren Teroris Zaman Now, BIN: Isi Kekosongan, Pria Banyak Ditangkap
JAKARTA - Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto memaparkan alasan banyaknya perempuan yang direkrut menjadi pelaku terorisme di Indonesia hingga ranah internasional.
Alasan utama yakni kekosongan tenaga pria teroris karena meninggal dunia dan ditangkap aparat yang berwenang.
"Ya, perempuan ini jadi sentral setelah banyak tewasnya pendukung ISIS yang khususnya pria. Kemudian, karena banyaknya kekosongan tenaga pria maka wanita direkrut untuk itu," kata Wawan dalam sebuah diskusi daring yang ditayangkan di YouTube, Sabtu, 3 April.
Lebih lanjut, dia mengatakan, perempuan juga dipilih karena dianggap memiliki rasa emosional dan militan ketimbang laki-laki. Keterlibatan ini juga didasari atas peniruan yang selama dilakukan oleh kelompok teroris perempuan.
Sehingga, saat ini aksi bom yang dilakukan perempuan menunjukkan tren meningkat. Bahkan, kata dia, sudah banyak perempuan yang mengajak para laki-laki atau kelompok lain untuk melalukan aksi tersebut.
"Termasuk juga di kasus bom panci. Yang punya daya ledak menggelegar. Ini efek peniruannya pergerakannya dan tren meningkat. Bahkan disebut wanita yang mengajak sekarang ini. Ada seperti itu," ujarnya.
Baca juga:
- BIN: Milenial Target Utama Kelompok Terorisme, Orang Tua Diminta Kontrol Bacaan
- Kisah Imam Shamsi Ali Dipanggil Bush 3 Kali ke White House dan Berencana Dirikan Ponpes Pertama di AS
- Mantan Napiter Akui Medsos Jadi Ladang Baru Rekrut Pelaku Teror
- Mengungkap Makna Hubungan antara Kelinci dan Telur Paskah
Sebelumnya, dalam diskusi yang sama, mantan narapidana tindak pidana terorisme, Haris Amir Falah menyebut terdapat pergeseran dalam pergerakan kelompok teror. Salah satunya, adalah kelompok tersebut kini lebih menyasar perempuan untuk dipersiapkan sebagai pelaku.
Hal ini diakibatkan karena perempuan lebih militan dalam melakukan aksinya dibanding laki-laki. "Sekarang itu trennya adalah wanita. Bahkan dari temuan saya di lapangan itu, justru wanita itu lebih miltan daripada laki-laki," kata Haris.
Dia memaparkan, tren ini berbeda jauh dengan pergerakan kelompok teroris pada tahun sebelumnya. Pada 2010 lalu, mereka tidak pernah melibatkan perempuan dan anak-anak dalam aksi penyerangan.
Kondisi ini justru berbalik saat ini. Menurut Haris, sekarang banyak perempuan yang justru mengajak suaminya untuk bergabung dalam aksi-aksi teror.
"Banyak yang suaminya ikut, bukan karena suaminya yang ngajak istrinya tapi justru istrinya yang ngajak suaminya," ungkapnya.
Lebih lanjut, Haris mengungkapkan ada fatwa dari para kelompok dan jaringan teroris yang paling berbahaya. Akibatnya, banyak pelaku terlihat bergerak sendiri atau lone wolf seperti yang terjadi di Mabes Polri.
Fatwa itu, kata Haris, memperbolehkan pelaku melakukan aksinya tanpa harus mendapatkan izin dari orang tua maupun suaminya.
"Mereka itu sudah difatwakan kalau di Indonesia itu fatwa ain. Yang terjadi akhirnya seperti kemarin, perempuan bisa melakukan jihad, bahkan anak kecil itu boleh melakukan tanpa harus izin dari ortu. Istri tidak usah izin dari suaminya. Seorang dalam satu kelompok enggak harus izin sama amirnya," jelasnya.
"Itulah fatwa yang paling berbahaya. Selama ini masih diyakini maka ini akan muncul terus," demikian Haris.