JAKARTA - Presiden Nusantara Foundation Imam Shamsi Ali berbagi kisah tentang pengalamannya dipanggil Presiden ke-43 Amerika Serikat George Walker Bush ke Gedung Putih guna membicarakan perkembangan Islam terkini.
“Peristiwa ini tepatnya terjadi setelah insiden 11 September (aksi terorisme di gedung WTC). Pemerintah Amerika saat itu merasa perlu untuk memanggil tokoh-tokoh lokal yang dianggap paham tentang Islam untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas,” ujar dia dalam webinar bertajuk Jihad Vs Terror, Sabtu, 3 April.
Hebatnya lagi, Shamsi tidak kali itu saja dimintai pendapat oleh Presiden AS, tetapi tiga kali.
“Dari sekian pertemuan dan pembicaraan, dapat saya tangkap bahwa sebelum aksi 11 September pemerintah AS tidak memasukan Islam sebagai bagian dari kebijakan strategis mereka,” tuturnya.
Baru setelah peristiwa terorisme itu terjadi, AS memberikan perhatian lebih kepada Islam dan menempatkan isu penting ini sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan, baik untuk kebijakan luar negeri atau nasional.
“Sejak saat itulah Islam memiliki profil yang tinggi dalam politik AS,” tegasnya.
WNI keturunan Bugis ini dikenal luas oleh publik AS sebagai salah satu tokoh sentral yang membantu menyebarkan pemahaman Islam secara positif. Upaya yang dia lakukan dianggap banyak membantu otoritas setempat untuk memerangi Islamophobia yang kala itu banyak merebak pasca-peristiwa 11 September.
“Walaupun bahasa Inggris saya masih terbata-bata dengan aksen Makassar, tetapi saya berjuang untuk memberikan pemahaman Islam yang benar. Apalagi Islam di Indonesia dikenal sebagai Islam yang moderat dan ini membantu sekali,” jelasnya.
Shamsi sendiri mengaku pertama kali datang ke AS pada 1996 setelah menerima tawaran dari Dubes RI untuk PBB di New York guna menyiarkan ajaran Islam kepada warga setempat.
Dalam dakwahnya, Shamsi mengungkapkan bahwa dirinya kerap kali berbicara soal toleransi pada setiap diskusi yang digelar. Hal tersebut bercermin dari sikap saling menghargai masyarakat Indonesia dalam menjalankan kepercayaan masing-masing di dalam negeri.
Untuk itu, dia merasa prihatin dengan aksi teror yang terjadi di Mabes Polri pada penghujung Maret lalu. Menurutnya, kejadian tersebut bisa dicegah jika warga masyarakat dapat memahami ajaran Islam secara komprehensif.
“Islam itu Rahmatan lil'alamin. Jadi tidak ada alasan untuk membenarkan setiap aksi terorisme,” katannya.
BACA JUGA:
Hinggi kini, dia masih terus aktif melakukan syiar Islam di negara adidaya tersebut. Bahkan, cita-citanya mendirikan pondok pesantren (ponpes) pertama di AS kian terwujud.
“Saya punya mimpi menghadirkan pesantren pertama di bumi Amerika. Dan Alhamdulillah, sudah mendapatkan dukungan juga dari Kang Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat) pada 2019 lalu,” jelasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun VOI, pondok pesantren yang diinisiasi oleh Shamsi bernama Nur Inka Nusantara Madani. Fasilitas pendidikan bercorak Islami itu disebutkan terletak di kota kecil bernama Moodus, negara bagian Connecticut dengan luas lahan mencapai total 7,4 hektare.
Kini, pembangunan pondok pesantren bernilai Rp700,8 miliar tersebut masih dalam tahap penyelesaian dan direncanakan akan difungsikan segera setelah proses pengerjaan selesai.