Bagikan:

JAKARTA - Mantan narapidana tindak terorisme Haris Amir Falah mengatakan banyak anak muda atau milenial yang terpapar paham radikalisme dan terorisme dari media sosial. Akibatnya, hal ini dapat dimanfaatkan oleh jaringan teroris untuk mempermudah perekrutan anggota baru.

"Sekarang itu karena teknologi sudah canggih, orang-orang itu bisa direkrut tanpa bertemu muka. Mereka bisa aktif berdialog, dibina lewat media sosial," kata Haris dalam sebuah acara diskusi daring yang ditayangkan di YouTube, Sabtu, 3 April.

Media sosial, sambungnya, juga mempermudah anak muda diba'iat tanpa harus melakukan pertemuan secara langsung. Tentunya, hal ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana perekrutan dilakukan dengan menyusup di tengah pengajian.

"Mereka bisa di kamar sendirian kemudian dibai'at lalu sudah terikat. Jadi bisa sekali doktrin tanpa perlu tatap muka," ungkapnya.

Haris mengungkapkan ada sejumlah media sosial yang kerap digunakan kelompok terorisme untuk melakukan perekrutan hingga pembinaan secara masif. Di antaranya yaitu aplikasi pesan singkat Telegram dan Facebook.

"Jadi tanpa bertemu, seseorang bisa menjadi pengantin," tegasnya. Adapun pengantin yang dimaksud Haris adalah mereka yang siap melakukan bom bunuh diri.

Lebih lanjut, Haris memaparkan usia muda di bawah 30 tahun termasuk usia paling rentan terpapar paham-paham radikal dan mudah terhasuut untuk melakukan aksi teror. Dia sendiri mengaku direkrut ketika masih duduk di bangku Sekolah Menangah Atas (SMA).

Hal ini bisa terjadi karena anak muda ini biasanya sedang mencari jati diri. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh kelompok dan jaringan terorisme untuk melakukan rekrutmen.

"Di bawah 30 tahun itu memang usia rentan, karena memang kan masih mencari jati diri. Kemudian bertemu dengan doktirn-doktrin yang bisa menyalurkan apa yang menjadi keinginannya," kata Haris.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah aksi teror memang terjadi dalam sepekan belakangan ini. Terakhir, aksi teror dilakukan di area Mabes Polri pada Rabu, 31 Maret. 

Teror penyerangan ini dilakukan oleh wanita berusia 25 tahun dengan inisial ZA. Menurut Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, pelaku melakukan aksinya seorang diri atau lone wolf dan terafiliasi dengan kelompok ISIS.

Listyo juga mengatakan, ZA terpapar ideologi radikal ISIS  dari media sosial. Selain itu, dia juga punya akun media sosial yang menunjukkan dukungannya terhadap paham yang dibawa oleh kelompok terorisme tersebut.

"(Pelaku) memiliki Instagram yang baru dibuat diposting 21 jam yang lalu di mana di dalamnya ada bendera ISIS dan ada tulisan bagaimana masalah perjuangan jihad," ungkap Listyo beberapa waktu lalu.