Sri Mulyani: Indonesia Tekan Ketimpangan Fiskal melalui UU HKPD

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia berupaya menekan ketimpangan vertikal-horizontal dalam pengelolaan fiskal melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

“Mengurangi ketidakseimbangan fiskal menjadi salah satu tujuan terpenting, yang kami rancang dengan reformasi UU HKPD. Kami melakukan revisi dan penguatan beberapa desain desentralisasi fiskal, yang tujuannya adalah mengurangi ketimpangan vertikal dan horizontal,” kata Sri Mulyani dalam Seminar Internasional Desentralisasi Fiskal Tahun 2024 di kantor Kementerian Keuangan di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa 24 September.

Menkeu menjelaskan, Indonesia telah mulai melakukan desentralisasi, baik fiskal maupun politik, sejak era reformasi. Sejumlah tanggung jawab pemerintah pusat telah didesentralisasi ke pemerintah daerah, kecuali untuk delapan urusan yang masih dipegang oleh pusat. Selain itu, secara administratif, beberapa tanggung jawab juga telah didelegasikan ke pemerintah daerah.

UU HKPD juga mendorong perbaikan kualitas belanja daerah agar pemerintah setempat bisa memberikan layanan yang lebih baik untuk warga lokal.

Penguatan pajak lokal juga menjadi salah satu fokus yang diperhatikan. Namun, menurut Sri Mulyani, masih ada tantangan yang dihadapi untuk upaya ini.

“Pendapatan daerah masih sangat bergantung dari transfer pemerintah pusat. Maka dari itu, kekuatan pajak lokal perlu ditingkatkan,” ujarnya.

Bendahara Negara itu juga menekankan pentingnya sinkronisasi antara fiskal pemerintah pusat dan daerah agar anggaran dapat terserap secara optimal.

Dia mencontohkan saat pandemi COVID-19 lalu dan terjadi peningkatan harga komoditas, pemerintah pusat berupaya menstabilkan ekonomi dengan kebijakan fiskal yang bersifat countercyclical.

Namun, terkadang daerah tidak segera membelanjakan dana transfer, sehingga efektivitas kebijakan fiskal pusat menjadi terbatas.

“Ini yang masih terus-menerus kami di Kementerian Keuangan mencoba untuk memperbaiki bagaimana cara mensinkronkan fiskal pusat dan daerah, sehingga dampak dari kebijakan fiskal itu bisa secara optimal mempengaruhi ekonomi dan masyarakat,” jelas dia.

Hal itu yang melandasi Kementerian Keuangan menggelar seminar desentralisasi fiskal. Dalam kegiatan itu, Kementerian Keuangan turut menghadiri pembicara dari sejumlah organisasi internasional, seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Kantor Riset Makroekonomi ASEAN+3 (AMRO), dan Kementerian Keuangan Australia.

“Kami terus berupaya memperbaiki sinkronisasi antara kebijakan fiskal pusat dan daerah. Ini adalah perjalanan panjang, dan seminar internasional seperti ini sangat membantu bagi seluruh pihak,” tutur Menkeu.