Mengenal Jamaah Islamiyah: Dalang Aksi teror Bom Bali hingga JW Marriott
JAKARTA - Ideologi Pancasila kerap mendapatkan kritik. Frasa Ketuhanan Yang Maha Esa dipertentangkan. Kelompok-kelompok Islam garis keras justru mencoba memaksa Indonesia jadi negara Islam. Kondisi itu kemudian diperjuangan dengan kehadiran kelompok Jamaah Islamiyah (JI).
Organisasi itu digadang-gadang didukung langsung oleh oleh jaringan teroris, Al Qaeda. Suatu narasi yang membuat anggota JI bergerak menggelorakan teror di Indonesia. Mereka jadi dalang hadirnya aksi teror Bom Bali hingga JW Marriott.
Hasil Piagam Jakarta dan penerapan Pancasila kerap memantik pertentangan sedari 1945. Dulu kala tokoh bangsa berdebat terkait frasa sila pertama ketuhanan dengan kewajiban, menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya berbuntut panjang. Sila itu berubah jadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Artinya, Indonesia tak jadi negara Islam. Kondisi itu membuat banyak kalangan mencoba menggugat Pancasila. Ada yang mencoba jadi bagian dari Darul Islam atau yang lebih dikenal sebagai kelompok Negara Islam Indonesia (NII).
Pancasila pun bertahan walau berkali-kali diuji waktu. Letupan-letupan ketidakpuasan berhasil diredupkan oleh pemerintah. Namun, bukan berarti deru protes tak lagi muncul. Mereka terus melakukan protesnya dengan ragam cara.
Protes yang paling diingat adalah kemunculan organisasi Jamaah Islamiyah (JI) pada 1993. Kehadiran organisasi yang diprakarsai oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir. Tujuannya hadir JI salah satunya adalah membangun Khilafah di Indonesia.
Mereka ingin menegakkan panji Islam yang rahmatan lil’alamin. JI pun digadang-gadang aktif mengirimkan orang untuk membantu kaum Mujahidin ke Afghanistan. JI pun tak pernah pusing urus urusan pendanaan.
Mereka yang bergabung dalam JI punya banyak keterampilan untuk mencari uang. Pun uang kadang juga didapat dari kelompok teroris Al Qaeda yang dipimpin orang paling dicari di dunia, Osama bin Laden. JI pun kian membesar dan segera merekrut anggota-anggota yang baru.
Kadang juga anggota itu kerap memaknai mentah-mentah cita-cita JI. Mereka ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Sekalipun jalan yang digunakan adalah jalur kekerasan.
Baca juga:
- Hashim Djojohadikusumo Pernah Sebut Ahok Tak Tahu Tata Krama Imbas Tinggalkan Gerindra
- Kasus Nenek Asyani dan Tujuh Batang Jati: Potret Buramnya Hukum Indonesia
- Memori Tragedi 11 September 2001: Amerika Serikat Kalang Kabut Rayu Indonesia Perangi Terorisme
- Prabowo Sebut Pemerintah Peduli Etnis Rohingya Hanya Pencitraan dalam Memori Hari Ini, 16 September 2017
“Ini boleh dikata pernyataan yang cukup keras, tapi bukan berarti melanggar hukum. Yang menjadi persoalan adalah soal interpretasi dan pelaksanaannya di dunia nyata. Sebab, semua butir itu mengandung kata-kata yang bermakna ganda, bahkan lebih.”
“Maka pengejawantahannya boleh jadi akan sangat bergantung pada kondisi individu pengikutnya. Mereka yang berdarah revolusioner akan meyakininya sebagai pembenaran untuk merebut kekuasaan dengan cara kekerasan, sementara yang berpaham evolusioner akan menjalankannya secara jauh lebih lembut,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Menyelusuri Jejak Jamaah Islamiyah (2002).
Dalang Aksi Teror
JI menjelma jadi salah satu organisasi penyebar teror di Nusantara. Aksinya yang memaksa kehendak membuat pemerintah kalang-kabut menghalau serangan teror. Kondisi itu banyak diperlihatkan di era pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
Seisi Indonesia pernah dibuat berduka karena jadi sasaran teror JI. Aktivitas teror terparah adalah Bom Bali I pada 12 Oktober 2002. Bom meledak di tiga titik, Antara lain di Sari Club, Paddy’s Pub, dan di dekat kantor Konsulat Amerika Serikat.
Pengemboman itu membuat korban berjatuhan. Ratusan nyawa melayang. Mereka yang luka-luka mencapai ratusan orang. Kedukaan pun menyelimuti seluruh Indonesia. Pemerintah Indonesia pun segara memburu para pelaku pengeboman.
Belum habis berduka, Indonesia kembali dikagetkan dengan bom yang meledak di JW Marriott, Jakarta pada 5 Agustus 2003. Bom itu menewaskan 12 orang dan mencederai 145 orang. Pemerintah Indonesia pun makin yakin bahwa pelaku pengeboman adalah simpatisasn JI.
Teror JI terus berlanjut. Kedubes Australia pun jadi target teror pada 9 September 2004. Bom yang meledak membuat jatuhnya 11 orang tewas dan 154 orang luka-luka. Mereka yang meninggal ialah petugas pengamanan kedubes, pemohon visa, serta warga sekitar. Aksi Bom Bali II pun menyusul setelahnya.
Pemerintah Indonesia pun tak tinggal diam. Satu demi satu pelaku pengeboman diburu lewat tim khusus Densus 88. Ada yang ditangkap. Ada pula yang terbunuh dalam pengejaran. Mereka yang melakukan teror pun seraya memberikan gambaran bahwa tragedi pengeboman yang ada di dalangi oleh JI.
“Dalam kasus Indonesia belum pernah ada deklarasi dari kelompok/organisasi yang bertanggung jawab, kecuali dari dokumen yang disita penyidik dan pengakuan para tersangka (Amrozi dan kawan-kawan) yang disebut JI. Perjuangan mereka adalah ‘melawan’ tirani negara-negara adikuasa yang dipandang mengambil kebijakan yang mendzolimi orang-orang Muslim, seperti di Israel, Afghanistan, Irak, dan lain-lain.”
“Perjuangan tersebut segaris dengan gerakan Osama bin Laden, sehingga berarti bahwa gerakan tersebut merupakan gerakan internasional (sebagian pelaku adalah jebolan dari perjuangan Afghanistan) yang memilih Indonesia sebagai medan perjuangan,” ungkap Tito Karnavian sebagaimana dikutip Syaefurrahman Al Banjary dan Suryadi dalam buku Dalam Pusaran Terorisme (2018).