Hamas Tolak Tawaran Jalan Keluar Bagi Yahya Sinwar dari Gaza dengan Imbalan Pembebasan Sandera

JAKARTA - Kelompok militan Palestina Hamas tidak akan menerima tawaran Israel soal jalan keluar yang aman bagi pemimpinnya Yahya Sinwar dari Jalur Gaza, dengan imbalan pembebasan sandera di wilayah kantong Palestinga itu, kata seorang sumber senior itu pada Hari Kamis.

Ketika ditanya apakah kelompok itu akan mempertimbangkan usulan tersebut, sumber Hamas itu mengatakan kepada The National News: "Tentu saja tidak. Saudara Sinwar dan Hamas tidak akan menerimanya," seperti dikutip 13 September.

"Bukanlah sifat pemimpin kami untuk bersikap egois, mengalah demi kepentingan pribadi, atau melarikan diri. Kami tidak akan menerima apa pun kecuali kesepakatan pertukaran yang terhormat. Baik melalui kesepakatan atau sebaliknya, saudara Sinwar tidak berpikir untuk meninggalkan Gaza," lanjut sumber itu.

Sebelumnya, utusan sandera Israel, Gal Hirsch mengatakan kepada Bloomberg pada Hari Selasa, ia siap "memberikan jalan yang aman bagi Sinwar, keluarganya, siapa pun yang ingin bergabung dengannya".

Hirsch menolak berkomentar apakah Hamas telah menanggapi tawaran tersebut. Ia mengatakan, Israel akan bersedia membebaskan tahanan Palestina yang ditahannya sebagai bagian dari kesepakatan apa pun.

"Kami ingin para sandera kembali. Kami menginginkan demiliterisasi, deradikalisasi tentu saja, sistem baru yang akan mengelola Gaza," jelasnya.

Sementara itu, seorang pejabat Israel mengatakan kepada The National, tawaran tersebut telah diajukan setidaknya selama dua hari. Hal itu dipandang sebagai konsesi besar oleh Israel untuk menghidupkan kembali perundingan gencatan senjata.

Diyakini, Sinwar, Kepala Biro Politik Hamas yang menggantikan mendiang Ismail Haniyeh, berada di jaringan terowongan Hamas yang luas di bawah Gaza.

Membiarkannya keluar mempertanyakan salah satu tujuan perang utama Israel, penghancuran Hamas dan kepemimpinannya, yang secara konsisten dikampanyekan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk dicapai meskipun ada tekanan internasional atas korban sipil akibat perang tersebut.

Ada juga kemarahan publik yang meningkat di Israel berdasarkan keyakinan, pendekatan garis keras PM Netanyahu membahayakan para sandera, dengan protes rutin yang terjadi, beberapa di antaranya disertai kekerasan.

Kantor Perdana Menteri Israel, tempat Hirsch bekerja, tidak segera menanggapi pertanyaan tentang masalah ini. Tetapi, Israel memiliki sejarah panjang dalam membunuh musuh di luar negeri, dengan yang terbaru adalah mendiang Haniyeh saat berada di Teheran, Iran.

Hirsch mengatakan gagasan untuk perjalanan aman dilontarkan dalam upaya untuk menyelamatkan proses negosiasi gencatan senjata, yang menurutnya mulai "tampak semakin suram".

"Waktu terus berjalan. Para sandera tidak punya waktu," katanya.

Namun, sumber politik yang dekat dengan Hamas mengatakan, mereka memperkirakan rencana baru AS untuk kesepakatan gencatan senjata Gaza akan disajikan dalam 48 jam ke depan.