Hybrid Theory: Album Musik yang Perkenalkan Linkin Park ke Seantero Dunia

JAKARTA - Linkin Park adalah sebuah berkah. Setidaknya itulah yang diharapkan oleh Mike Shinoda (vokal, gitar), Brad Delson (gitar), Rob Bourdon (drum), Joe Hahn (Dj), Dave Farrell (bass), dan Chester Bennington (vokal).

Mereka coba mengenalkan musik mereka dengan genre Nu Metal ke mana-mana. Pucuk di cinta ulam tiba. Perjuangan mereka menelurkan karya terwujud. Album musik Hybrid Theory jadi bukti perjuangannya. Suatu album yang menjadikan Linkin Park band papan atas dunia dan kesohor.

Kehidupan masa sekolah adalah masa-masa penuh eksplorasi. Mike Shinoda dan Brad Delson mengamininya. Keduanya kala itu sedang mencari jati diri sebagai pemusik. Mereka mendengarkan banyak lagu dan coba memainkannya.

Keputusan membuat grup band pun muncul pada 1996. Keduanya mengajak Rob Bourdon, Dave Farrell, Joe Hahn, dan Mark Wakefileld sebagai vokalis. Band itu lalu dinamakan Xero.

Formasi awal Linkin Park. Dari kiri: Joe Hahn, Dave Farrel, Brad Delson, Mike Shinoda, Rob Bourdon, dan Chester Bennington. (Facebook Linkin Park)

Masalah muncul. Mark Wakefield tak dapat melanjutkan bermusik bersama Xero. Kondisi itu membuat Chester Bennington vokalis pengganti sekaligus jadi potongan puzzle terakhir yang melengkapi band. Saban hari mereka meningkatkan keterampilan bermusik. Apalagi mereka mencoba mengabungkan dua genre bermusik rock dan rap: Nu Metal.

Mereka banyak membuat lagu sendiri. Karya-karya mereka mulai disebarkan ke label-label ternama. Belakangan mereka tak kerasan menggunakan nama Xero. Mereka mencoba menggantinya dengan Hybrid Theory.

Mereka berjuang untuk mendapatkan kontrak dari label. Penolakan tentu jadi hal yang paling sering diterima. Linkin Park akhirnya berjodoh dengan Warner Bros Record pada 1999. Proses itu tak luput dari masalah. Sama seperti kasus nama Xero, nama Hybrid jadi biang masalah baru.

Khalayak sudah banyak mengenal band bernama Hybrid lebih dulu. Hasilnya, Chester Bennington ambil peran. Ia memilih menggantikan nama Hybrid Theory jadi Lincoln Park. Inspirasi tak lain berasal dari sebuah taman di New York.

Nama itu lalu menjadi Linkin Park seiring Chester coba menyelaraskan supaya memiliki domain untuk situs bandnya. Puncaknya, Linkin Park berhasil mengeluarkan album perdananya, Hybrid Theory pada 2000.

“Ketenaran tidak pernah menjadi prioritas. Namun, itu terjadi. Pada awalnya, kami akan memasukkan seluruh anggota grup ke dalam foto album. Jika fotografernya yang menentukan, fotonya hanya akan menampilkan Chester, atau saya dan Chester.”

“Namun, kami ingin orang-orang tahu bahwa band ini adalah kami semua, bukan hanya para vokalis di depan – melainkan diganti jadi gambar karya seni visual. Linkin Park yang terkenal atau dihormati adalah sebuah berkah, tetapi apakah saya ingin band ini sukses tanpa dikenali? Mungkin,” ucap Mike Shinoda sebagaimana dikutip Harriet Gibsone dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul Mike Shinoda Looks Back (2024).

Hybrid Theory Mendunia

Kehadiran Hybrid Theory mendapatkan respons positif. Album berisi 11 lagu itu mayoritas bercerita terkait kegagalan hingga ingkar janji. Mulanya kondisi itu dianggap keluar dari kultur Hiphop dengan musik rap yang biasanya menyuarakan urusan serius.

Namun, Linkin Park punya daya tarik sendiri. Kebanyakkan orang justru terbius dengan gabungan musik rap dan rock yang menyatu padu. Band itu memiliki dua vokalis andalan. Chester sebagai representasi musik rop dan Mike Shinoda sebagai representasi musik rap.

Perpaduan itu dianggap banyak media luar negeri bak melihat gabungan antara penyanyi rap, Jay-z dan band rock, Jane's Addiction. Istimewanya posisi Mike Shinoda sempat diremehkan karena berkulit putih. Pandangan itu karena biasanya musik rap digemari kaum kulit hitam. Mereka kulit putih jarang sukses jadi penyanyi rap.

Mike Shinoda pun membungkam segalanya. Mereka yang baru pertama kali mendengar Linkin Park langsung jatuh cinta kepada Papercut, Crawling, One Step Closer, hingga In the End.

Cover album musik Hybrid Theory dari Linkin Park. (joesalbums.com)

Kondisi itu membuat penjualan album musik Linkin Park, Hybrid Theory melejit. Album itu mencapai penjualan 14 juta kopi dan jadi album terlaris pada 2001. Mereka pun melakukan tur dunianya. Personel Linkin Park pergi dari satu kota ke kota lainnya selama 18 bulan.

Tur itu pula menjadi jalan mereka mempersiapkan album kedua, Meteora (2003). Suatu album yang semakin menegaskan eksistensi Linkin Park dalam genre Nu Metal di dunia.

''Hybrid Theory, album perdana Linkin Park, menjadi album terlaris di negara itu tahun lalu. Album ini terdiri dari 11 lagu tentang hubungan yang gagal dan janji yang diingkari. Lagu-lagunya memiliki bait yang tenang, dihiasi dengan bagian gitar Brad Delson yang seperti laba-laba.”

“Kemudian chorus yang keras saat gitar Delson menghilang di tengah hiruk-pikuk. Joe Hahn menjaga keseimbangan dengan permainan Dj bertekstur yang terutama berfungsi untuk mengingatkan penonton bahwa ada DJ di atas panggung,” ujar Kelefa Sanneh dalam A Howl of Total Anguish with a Punch in the Head (2002).