Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata ke KPK

JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan dugaan korupsi terkait pengadaan gas air mata oleh Polri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyimpangan dalam proses yang dilakukan diduga terjadi dan disebut merugikan negara.

“Terkait pengadaan gas air mata ini tadi kami sampaikan setidaknya ada beberapa hal terkait potensi penyimpangan yang terjadi,” kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Suryanto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 2 September.

Penyimpangan pertama adalah dugaan persekongkolan tender yang mengarah kepada merek tertentu. “Kemudian yang kedua terkait dengan indikasi mark-up atau kemahalan harga yang dilakukan oleh panitia pengadaan,” tegasnya.

Agus bilang panitia pengadaan ini diduga tak cermat saat menyusun anggaran, terutama terkait projectile launcher atau alat pelontar gas air mata pada 2022 dan 2023. “Dugaan indikasi mark-upnya ini mencapai sekitar Rp26 miliar,” ungkapnya.

“Nah, itu sudah kami sampaikan kepada Pimpinan KPK termasuk kepada bagian pengaduan masyarakat agar itu segera ditindaklanjuti karena sekali lagi anggaran yang digunakan ini adalah bersumber dari APBN,” sambung Agus.

Lebih lanjut, Agus menyebut laporan yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian ke KPK dinilainya sudah tepat. Sebab, lembaga diberi kewenangan untuk menangani kasus korupsi di internal aparat penegak hukum lainnya.

Adapun Koalisi Masyarakat Sipil yang membuat laporan ke KPK ini terdiri dari 17 lembaga. Di antaranya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Pers, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), PSHK, Kontras, Remotivi, ICJR, Greenpeace, dan lainnya.

 

“Saya harap mereka punya satu hal, satu keberanian untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan APH. Kemudian yang kedua bisa menjadi legacy kepada pimpinan berikutnya agar mereka benar-benar berani menangani kasus yang bukan hanya penyelenggara negara,” katanya.

“Karena sekali lagi, korupsi yang terjadi atau yang melibatkan aparat penegak hukum itu justru akan merusak citra dari penegak hukum itu sendiri,” pungkas Agus.