Dubes AS Minta Dewan Keamanan PBB Tekan Hamas Terima Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza
JAKARTA - Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB Hari Kamis, kesepakatan gencatan senjata konflik Jalur Gaza dan pembebasan sandera berada di depan mata, mendesak para anggota dewan untuk menekan Hamas agar menerima proposal penghubung yang disetujui Israel.
Baik Israel maupun Hamas bertahan dengan tuntutan masing-masing, meski pembicaraan tidak langsung dengan mediator AS, Qatar dan Mesir telah berlangsung berbulan-bulan.
Dubes Thomas-Greenfield mengatakan, proposal penghubung yang diajukan minggu lalu oleh AS, Qatar dan Mesir konsisten dengan rencana yang digariskan oleh Presiden Joe Biden pada Bulan Mei dan didukung oleh Dewan Keamanan pada bulan Juni.
"Israel telah menerima proposal penghubung. Sekarang Hamas harus melakukan hal yang sama," katanya kepada dalam pertemuan DK PBB Hari Kamis yang membahas situasi di Timur Tengah, melansir Reuters 22 Agustus.
"Sebagai anggota dewan ini, kita harus berbicara dengan satu suara, dan kita harus menggunakan pengaruh kita untuk menekan Hamas agar menerima proposal penghubung," katanya.
Ketidaksepakatan mengenai keberadaan militer Israel di masa mendatang di Gaza dan pembebasan tahanan Palestina menghambat kesepakatan, kata sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut kepada Reuters, yang berasal dari tuntutan yang diajukan Israel sejak Hamas menerima usulan Presiden Biden pada Bulan Mei.
"Ini adalah momen yang menentukan bagi pembicaraan gencatan senjata dan bagi kawasan ini, jadi setiap anggota dewan ini harus terus mengirimkan pesan yang kuat kepada para pelaku lain di kawasan ini untuk menghindari tindakan yang akan menjauhkan kita dari penyelesaian kesepakatan ini," urai Dubes Thomas-Greenfield.
Konflik di Gaza membuat seluruh kawasan Timur Tengah gelisah, memicu bentrokan perbatasan selama berbulan-bulan antara Israel dan gerakan Hizbullah Lebanon yang didukung Iran, dan mengancam eskalasi yang lebih luas yang melibatkan negara-negara besar.
"Ada bahaya yang sangat nyata dari eskalasi regional," kata Dubes AS.
"Jadi mari kita lakukan segala daya kita untuk menyelesaikan gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera ini sekarang juga," tandasnya.
Diketahui, konflik terbaru di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023, ketika kelompok militan yang dipimpin oleh Hamas, menyerbu wilayah Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik sekitar 250 sandera, menurut penghitungan Israel.
Baca juga:
- Korban Tewas Tembus 40 Ribu Jiwa: Pemakaman di Gaza Penuh, Sehari Bisa 300 Jasad Dimakamkan
- Diplomat Sebut Senjata Nuklir Tidak Pernah Memiliki Tempat dalam Doktrin Pertahanan dan Keamanan Iran
- Wamenlu Pahala Mansury: Semangat Global South Menjadi Kunci Kerja Sama Pembangunan Indonesia-Afrika
- Kapal Perusak Rudal AS Berlayar di Selat Taiwan, China: Pasukan di Wilayah Tersebut Waspada
Sejak saat itu, militer Israel telah meratakan sebagian besar wilayah kantong Palestina tersebut, mengusir hampir seluruh dari 2,3 juta penduduknya dari rumah mereka, menyebabkan kelaparan dan penyakit yang mematikan serta menewaskan sedikitnya 40.000 orang, menurut otoritas kesehatan Palestina.
Terpisah, sumber-sumber medis di Gaza mengatakan pada Hari Kamis, serangan pasukan Israel dalam 24 jam terakhir menyebabkan sedikitnya 42 warga Palestina tewas dan 163 lainnya luka-luka, dikutip dari WAFA.
Kondisi itu menjadikan jumlah korban tewas warga Palestina sejak konflik terbaru di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023 telah meningkat menjadi 40.265 jiwa, sementara 93.144 lainnya luka-luka, mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.