Hormon Oksitosin Ternyata Berperan dalam Hubungan Romantis dan Interaksi Sosial

YOGYAKARTA – Hormon oksitosin adalah neurotransmitter yang berdampak besar dalam aktivitas sehari-hari. Selain disebut juga sebagai “hormon cinta”, oksitosin berkaitan dengan interaksi sosial dan reproduksi. Seperti ikatan dengan pasangan, perilaku keibuan, kolaboratif, dan seksual.

Menurut bukti yang ditemukan dalam penelitian, oksitosin meningkatkan perhatian untuk memperhatikan isyarat sosial, meningkatkan proses kognitif terkait informasi sosial, dan meningkatkan upaya untuk berinteraksi secara sosial. Oksitosin juga mungkin berperan dalam mengubah tingkat kepentingan yang berkaitan dengan isyarat sosial. Ini mengarah pada nilai, yang dianggap menarik dan tidak menyenangkan dengan interaksi sosial tertentu.

Ilustrasi hormon oksitosin berperan dalam membangun interaksi sosial (Freepik)

Penelitian yang terbaru, menunjukkan bahwa oksitosin dapat meningkatkan empati, ikatan pasangan, dan komunikasi antarmanusia. Karena itulah, oksitosin penting sebagai salah satu atribut dalam membangun hubungan yang langgeng dan sehat. Baik hubungan pertemanan, dengan pasangan, maupun hubungan sosial lebih luas. Namun oksitosin, juga memiliki sifat antisosial yang mendorong prasangka dan kecemasan.

Pada ibu menyusui, kontak kulit ke kulit memicu produksi ASI dan refleks pengeluaran ASI selama menyusui. Melansir Psychology Today, Minggu, 18 Agustus, selama waktu menyusui, oksitosin berperan dalam  mengatur suasana hati, ketenangan, dan meningkatkan rasa keterikatan antara ibu-anak. Oksitosin juga dapat mengurangi sensitivitas terhadap rasa sakit, tekanan darah, dan kadar kortisol pada ibu dan bayi. Ditambah lagi, pada ibu menyusui, pelepasan oksitosin membantu ibu sebagai antidepresan, anti kecemasan, melindungi dari depresi pascapersalinan, dan membangun ikatan dengan bayinya.

Ilustrasi hormon oksitosin berperan dalam membangun ikatan ibu-anak (Freepik)

Penelitian lainnya meneliti antara kadar oksitosin dengan tingkat kedekatan dalam hubungan romantis. Penelitian ini menemukan, pasangan dengan kadar oksitosin lebih tinggi di awal hubungan akan lebih langgeng hubungannya. Kadar oksitosinnya tidak menurun selama enam bulan setelahnya.

Untuk menjaga kadar oksitosin, beberapa rekomendasi medis bisa diikuti. Seperti dengan sentuhan fisik dengan pasangan, olahraga rutin, dan berinteraksi sosial secara positif. Tetapi penting pula dipahami efek kadar oksitosin yang tinggi dan efeknya pada antisosial. Karena menurut penelitian, kadar oksitosin tinggi menyebabkan perilaku tertentu yang menandai sikap antisosial. Seperti penghindaran sosial, perkembangan fobia, dan gangguan kecemasan. Oksitosin juga menyebabkan prasangka, yang sebenarnya tujuannya untuk melindungi kelompoknya dari kelompok asing lainnya. Meskipun begitu, prasangka cenderung merugikan daripada membantu bukan?

Penelitian tahun 2017, Oxytocin mobilizes midbrain dopamine toward sociality dipublikasikan dalam jurnal Neuron, menjelaskan. Bahwa pelepasan oksitosin menyebabkan sekresi atau penghambatan dopamine. Di area penghargaan, dopamine dirangsang dan asosiasi yang dibangun antara sensasi kesenangan dan aktiitas yang merangsang oksitosin. Seperti interaksi sosial yang menghasilkan keterikatan.

Pelepasan oksitosin di area motorik yang menghambat dopamin, membantu mengurangi aktivitas motorik yang tidak relevan secara sosial. Sinergi antara dua hormon ini, menstimulasi rasa penghargaan dan perasaan euphoria muncul. Itulah kenapa dalam hubungan jangka panjang, pelepasan kedua hormon ini terasa begitu memuaskan.