Kesulitan Menggelar Festival Musik yang Jauh dari Jakarta
JAKARTA - Astrid Sulaiman, musisi yang juga Vice President Ubud Village Jazz Festival (UVJF) mengungkap pengalaman panjangnya mengurusi festival musik internasional di Bali.
Menurutnya, menggelar festival musik yang jauh dari Jakarta punya kesulitan tersendiri. Terlebih, UVJF diurus oleh tim yang tergolong kecil.
“Kesulitannya yang pertama untuk sponsorship. Karena saya bergerak di bidang sponsornya, apa-apa itu semua harus approval dari jakarta. Jadi buat kita tuh kayak susah gitu loh, untuk menembus ke kantor pusatnya di Jakarta,” kata Astrid di Thamrin, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
“Kayak misal kita ke merk air mineral, mereka kan ada kantor di Bali, ya mereka punya budget daerah, tapi kecil. Kalau misalnya kita mau lumayan didukungnya, kita harus ke Jakarta. Dan kita punya another effort lagi untuk ke Jakarta, nungguin dulu prosedurnya,” lanjutnya Astrid.
Sebagai festival musik dengan label internasional, Astrid menyebut pihaknya juga menghadapi kesulitan ketika ingin mendatangkan musisi-musisi jazz luar negeri, padahal banyak dari mereka yang tertarik untuk tampil di Bali.
“Iya, sebenarnya walaupun dari luar itu banyak yang bagus-bagus, pertimbangan kita banyak sekali. Pertama kan memang soal cost. Fee mereka udah pasti pakai dolar atau euro, ditukar ke kita (rupiah), jadinya kan mahal sekali,” ujar Astrid.
“Terus kedua gimana bawa mereka ke kita. Kan tiket pesawatnya apa, ditanggung kedutaan yang bersangkutan apa nggak. Terus ketiga visanya, per kepala dihitung berapa rupiah, berapa juta. Itu kan harus diperhitungkan semua,” imbuhnya.
Baca juga:
Namun begitu, Astrid tetap ingin menjadikan UVJF sebagai gelaran musik yang masih memegang idealismenya, dengan menghadirkan 100 persen musisi jazz di setiap acara.
“Kita kan background-nya dari komunitas seni, jadi buat kita tuh nothing to lose, yang penting idealisme kita jalan, festivalnya jalan,” tuturnya.
“Tujuannya apa sih UVJF, kenapa kok nggak ada nama terkenal di Indonesia, ya karena yang populer itu platformnya udah banyak. Festival musik kan banyak banget di indonesia, dan mereka udah punya ladangnya untuk musisi-musisi ini (populer). Sementara musisi jazz yang istilahnya kurang dikenal, mereka nggak ada platform untuk menuangkan ide-ide mereka.”