Di Tengah Kekhawatiran AS Resesi, Rupiah Berpotensi Menguat

JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Rabu, 7 Agustus 2024 diperkirakan akan bergerak menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 

Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Selasa, 6 Agustus 2024, Kurs rupiah di pasar spot ditutup naik 0,15 persen di level Rp16.165 per dolar AS. Sementara, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup melemah 0,17 persen ke level harga Rp16.183 per dolar AS. 

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan data pekerjaan AS yang lebih lemah dari perkiraan, bersama dengan laporan laba yang mengecewakan dari perusahaan teknologi besar dan meningkatnya kekhawatiran atas ekonomi Tiongkok, telah memicu aksi jual global pada saham, minyak, dan mata uang berimbal hasil tinggi dalam seminggu terakhir karena investor mencari keamanan uang tunai.

Ibrahim menyampaikan aksi jual berlanjut pada hari Senin, dengan imbal hasil Treasury AS turun lebih jauh, indeks saham di zona merah, dan dolar melemah. 

"Imbal hasil Treasury telah turun tajam sejak minggu lalu, ketika Fed mempertahankan suku bunga kebijakan dalam kisaran 5,25 persen hingga 5,50 persen saat Ketua Fed Jerome Powell membuka kemungkinan penurunan suku bunga pada bulan September," ujarnya dalam keterangannya, dikutip Rabu, 7 Agustus. 

Namun pada hari Jumat, setelah data menunjukkan tingkat pengangguran melonjak, ekspektasi untuk penurunan suku bunga meningkat. Lonjakan yen Jepang terjadi karena para pedagang secara agresif menghentikan perdagangan carry.

Ibrahim menjelaskan yang disebut perdagangan carry, di mana investor meminjam uang dari negara-negara dengan suku bunga rendah seperti Jepang atau Swiss untuk mendanai investasi dalam aset-aset berimbal hasil lebih tinggi di tempat lain, telah populer dalam beberapa tahun terakhir. 

"Pada hari Senin, kontrak berjangka dana Fed mencerminkan para pedagang yang memperkirakan peluang hampir 100 persen dari pemotongan 50 basis poin pada pertemuan bank sentral bulan September, menurut CME FedWatch," jelasnya. 

Ibrahim menyampaikan fokus minggu ini adalah pada lebih banyak pembacaan ekonomi dari Tiongkok, khususnya data perdagangan dan inflasi yang akan dirilis akhir minggu ini.

Dari sisi dalam negeri, pemerintah bakal menggenjot konsumsi pemerintah di kuartal III dan IV 2024 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di akhir tahun. Hal ini mengingat, konsumsi pemerintah di kuartal II 2024 yang melambat. Karena  pemerintah ingin menggerakan sektor di luar pemerintahan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Adapun, di kuartal II 2024 konsumsi pemerintah tumbuh 1,42 persen, dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 7,31 persen. Sedangkan, kuartal I 2024, konsumsi pemerintah tumbuh 24,29 persen, dengan kontribusi sebesar 1,43 persen.

Meski demikian, untuk kuartal III dan kuartal IV 2024 pemerintah akan melihat faktor apa lagi yang bisa didorong. Namun, utamanya belanja pemerintah yang akan didorong terlebih dahulu. Sehingga belanja pemerintah akan bisa digenjot di kuartal III ini.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2024 tumbuh sebesar 5,05 persen secara tahunan (yoy). Sedangkan, secara kuartal ke kuartal (qtq) mengalami penurunan sebesar 3,79 persen bila dibandingkan dengan kuartal I 2024.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Moh. Edy Mahmud mengatakan, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) Indonesia hingga kuartal II 2024 mencapai Rp5.536,5 triliun dan atas dasar harga konstan (ADHK) Rp3.231 triliun. 

Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup menguat pada perdagangan Rabu, 7 Agustus 2024 dalam rentang harga Rp16.110 - Rp16.180 per dolar AS.