Protes Anti-Maduro Meluas, Pendukungnya juga Turun ke Jalan

JAKARTA - Penentang dan pendukung Presiden Venezuela Nicolas Maduro melakukan unjuk rasa pada Selasa, 30 Juli waktu setempat, ketika protes dan bentrokan menyebar setelah pemilu akhir pekan dimenangkan Nicolas Maduro. Oposisi juga mengklaim kemenangan Pemilu.

Dilansir Reuters, ketidakstabilan yang kembali terjadi menimbulkan reaksi internasional yang terpecah. Amerika Serikat mengatakan terpilihnya kembali Maduro tidak memiliki kredibilitas dan mempertimbangkan sanksi lebih lanjut, sementara Tiongkok dan Rusia mengucapkan selamat kepadanya.

Protes dimulai setelah dewan pemilu menyatakan pada Senin, 29 Juli, Maduro telah memenangkan masa jabatan ketiga dengan 51 persen suara untuk memperpanjang kekuasaan seperempat abad gerakan "Chavista".

Pihak oposisi yang menganggap lembaga pemilu berada di kantong pemerintahan diktator, mengatakan 73 persen penghitungan suara yang mereka akses menunjukkan kandidat mereka, Edmundo Gonzalez, memperoleh suara dua kali lebih banyak daripada Maduro.

Partai oposisi Venezuela Voluntad Popular mengatakan pada Selasa di X, koordinator nasionalnya Freddy Superlano telah ditahan.

Partai tersebut memposting dan kemudian menghapus video yang menunjukkan Superlano dan dua orang lainnya diamankan di luar sebuah gedung.

Superlano lantas dimasukkan ke dalam mobil oleh orang-orang bersenjata berpakaian hitam ketika para tetangga berteriak agar mereka berhenti. Video tersebut juga diunggah oleh media lokal.

Dilaporkan enam orang tewas di seluruh negeri dalam insiden yang berkaitan dengan penghitungan pemilu atau protes terkait, menurut kelompok hak asasi manusia Foro Penal.

Beberapa pengunjuk rasa memblokir jalan, menyalakan api dan melemparkan bom molotov ke arah polisi, termasuk di dekat istana presiden Miraflores di Caracas.

"Kami bosan dengan pemerintahan ini, kami menginginkan perubahan. Kami ingin bebas di Venezuela. Kami ingin keluarga kami kembali ke sini," kata seorang pengunjuk rasa yang menggunakan masker.

"Saya akan memperjuangkan demokrasi negara saya. Mereka mencuri pemilu dari kami," kata yang lain.

Polisi dengan perisai dan pentungan di Caracas dan kota Maracay menembakkan gas air mata untuk membubarkan sejumlah protes.

Banyak pengunjuk rasa mengendarai sepeda motor dan memacetkan jalan atau mengibarkan bendera Venezuela. Beberapa menutupi wajah mereka dengan syal sebagai perlindungan terhadap gas air mata.

Pemerintah menyebut mereka sebagai agitator yang kejam.

“Kami pernah menonton film ini sebelumnya,” kata Maduro dari istana kepresidenan, seraya berjanji bahwa pasukan keamanan akan menjaga perdamaian.

“Kami telah mengikuti semua tindakan kekerasan yang dipromosikan oleh kelompok ekstrem kanan,” sambung Maduro.

Angkatan bersenjata telah lama mendukungnya dan tidak ada tanda-tanda para jenderal akan melepaskan diri dari pemerintahan.

Menteri Pertahanan Jenderal Vladimir Padrino menggambarkan protes tersebut sebagai “kudeta”.

“Ada kudeta yang sedang berlangsung sehingga Presiden Nicolas Maduro mengambil tindakan untuk menghentikannya lagi dan bersama dia orang-orang yang memilihnya sebagai presiden, semua institusi, angkatan bersenjata Bolivarian dan institusi demokrasi,” kata Padrino di televisi pemerintah pada Selasa.

“Kami akan mengalahkan kudeta,” imbuhnya.

Di Coro, ibu kota negara bagian Falcon, pengunjuk rasa bersorak dan menari ketika mereka merobohkan patung yang menggambarkan mantan Presiden Hugo Chavez, mentor Maduro yang memerintah tahun 1999-2013.

Kelompok pemantau lokal, Observatorium Konflik Venezuela, mengatakan mereka telah mencatat 187 aksi protes di 20 negara bagian pada pukul 6 sore, Senin, 29 Juli.