Bisnis Iklan Merugi Akibat Pandemi COVID-19, Facebook Buka-bukaan
JAKARTA - Wabah COVID-19 tidak hanya merugikan umat manusia, bisnis iklan Facebook pun turut menjadi korban akibat pandemi global tersebut. Ini di luar fakta bahwa penggunaan platform media sosial ini meroket saat ada himbauan lockdown di Amerika Serikat (AS).
Perusahaan jejaring sosial milik Mark Zuckerberg yang berbasis di Silicon Valley, AS itu melihat lalu lintas luar biasa pada berbagai aplikasinya seperti Facebook, WhatsApp, Instagram dan Facebook Messanger, ketika pengguna beralih ke media sosial untuk mengisi waktu luang selama imbauan lockdown yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh dunia. Tetapi pada saat yang sama bisnis periklanan intinya berada di bawah garis kritis.
"Di banyak negara yang terkena virus paling parah, total pengiriman pesan meningkat lebih dari 50 persen selama sebulan terakhir. Di Italia, salah satu episenter pandemi, Facebook telah melihat waktu dalam panggilan grup (panggilan dengan tiga atau lebih peserta) meningkat lebih dari 1.000 persen selama bulan lalu," ungkap pihak analis Facebook seperti yang dikutip dari CNBC, Rabu, 25 Maret.
Meski begitu, Facebook malah rugi besar karena tidak adanya pendapatan iklan pada platformnya. Rata-rata orang yang menggunakan Facebook hanya melakukan interaksi bersama keluarga dan temannya melalui fitur cerita dan menuliskan status.
Baca juga:
"Banyak peningkatan lalu lintas terjadi pada layanan pesan kami, tetapi kami juga melihat lebih banyak orang yang menggunakan produk umpan dan cerita kami untuk mendapatkan pembaruan dari keluarga dan teman-teman mereka. Pada saat yang sama, bisnis kami juga terkena dampak buruk seperti banyak (media sosial) lainnya di seluruh dunia. Kami tidak memonetisasi banyak layanan di mana kami melihat peningkatan keterlibatan, dan kami telah melihat melemahnya dalam bisnis iklan kami di negara-negara yang mengambil tindakan agresif untuk mengurangi penyebaran COVID-19," sambungnya.
Dengan kata lain, Facebook sama sekali tidak menghasilkan uang karena tidak banyaknya pengiklan. Hal ini disebabkan karena dampak ekonomi terkait COVID-19 dan lockdown. Sementara menurut laporan Reuters, hingga kuartal akhir 2019 jumlah pengguna Facebook dan Instagram sehari-harinya mencapai 288 juta orang. Namun tidak dengan penggunaan fitur iklannya.
Jejaring media sosial berlogo biru ini mengakui selama masa lockdown diberlakukan, mereka dan para karyawannya tetap menjaga stabilitas di seluruh lonjakan penggunaan platformnya. Hal itu menjadi lebih menantang dibandingkan biasanya, karena sekarang sebagian besar karyawan mereka telah bekerja dari rumah.
"Kami memantau pola penggunaan dengan hati-hati, membuat sistem kami lebih efisien, dan menambah kapasitas sesuai kebutuhan. Untuk membantu meringankan potensi kemacetan jaringan, kami sementara mengurangi kualitas untuk video di Facebook dan Instagram di wilayah tertentu. Terakhir, kami sedang melakukan pengujian dan persiapan lebih lanjut sehingga kami dapat dengan cepat menanggapi masalah yang mungkin timbul dengan layanan kami," tutupnya.
Sebelumnya diwartakan, setelah YouTube dan Netflix yang harus menurunkan kualitas videonya saat streaming. Hal serupa juga dilakukan Facebook dan Instagram untuk penggunanya di Eropa.
Keputusan ini diambil untuk mengantisipasi lonjakan pengguna internet selama pandemi COVID-19. Terlebih banyak orang dan pelajar yang harus tetap tinggal dan bekerja dari rumah untuk menghindari penularan COVID-19.