Petinggi Partai Republik di Kongres Desak Kepala Secret Service Mengundurkan Diri Usai Penembakan Trump
JAKARTA - Petinggi Partai Republik di Kongres Amerika Serikat pada Hari Rabu menyerukan agar Kepala Secret Service Kimberly A. Cheatle mengundurkan diri, usai insiden penembakan yang menyebabkan calon presiden Donald Trump terluka saat berkampanye pada Hari Sabtu, sementara DPR meluncurkan penyelidikan bipartisan atas kegagalan keamanan tersebut.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Mike Johnson mengatakan, majelisnya akan meluncurkan gugus tugas bipartisan dengan wewenang pemanggilan paksa, usai menerima pengarahan virtual terpisah dari para pejabat keamanan kepada Senat dan DPR, sebelum rapat dengar pendapat umum yang diperkirakan akan diadakan minggu depan.
"Gugus ini akan terdiri dari anggota Partai Republik dan Demokrat untuk segera menyelidiki masalah ini, sehingga rakyat Amerika bisa mendapatkan jawaban yang layak mereka dapatkan," kata Johnson kepada Fox News, melansir Reuters 18 Juli.
Sementara, anggota Senat dari Partai Republik, Mitch McConnell, mengatakan di media sosial, "Kepemimpinan baru di Secret Service akan menjadi langkah penting ke arah itu."
Direktur FBI Christopher Wray, Wakil Direktur Paul Abbate dan Wakil Direktur Dinas Rahasia Ronald Rowe memberi pengarahan kepada anggota DPR dan Senat. Cheatle berpartisipasi dalam pengarahan Senat, dikutip dari NBC News.
Setelah pengarahan, Ketua Konferensi Senat Republik John Barrasso bergabung dengan mereka yang menyerukan agar Cheatle mengundurkan diri.
"Bagi saya, itu adalah pengarahan untuk menutupi kesalahan oleh Dinas Rahasia," katanya.
"Direktur Dinas Rahasia harus mundur," kata Barrasso.
"Penembak itu diidentifikasi sebagai tersangka, karakter yang mencurigakan, satu jam penuh sebelum penembakan terjadi. Dia membawa alat pengintai jarak, ransel, lalu mereka kehilangan jejaknya dan tidak pernah benar-benar menindaklanjutinya. Ini terjadi satu jam sebelumnya," tandasnya.
Juga pada Hari Rabu, Ketua Pengawasan DPR James Comer, mengeluarkan panggilan terhadap Cheatle yang memaksanya untuk bersaksi di sidang terbuka Hari Senin yang difokuskan pada pelanggaran keamanan.
"Alasan kami akan melakukannya (pembentukan Satgas DPR) dengan cara itu adalah karena itu adalah serangan yang lebih presisi. Lebih cepat, tidak banyak rintangan prosedural, dan akan ada kewenangan panggilan pengadilan untuk satuan tugas itu juga," kata Johnson.
Penembakan pada Hari Sabtu itu melukai Trump di bagian telinga, menewaskan seorang peserta kampanye dan melukai dua orang lainnya. Pria bersenjata berusia 20 tahun yang diidentifikasi sebagai Thomas Matthew Crooks, yang tewas ditembak petugas keamanan, menembak dari atap gedung yang berjarak sekitar 150 yard (140 meter) dari panggung tempat Trump berbicara.
"Siapapun yang membuat keputusan untuk tidak menutup gedung itu. Anda tahu, itu mungkin cacat terbesar dalam hal ini," kata Ketua Komite Keamanan Dalam Negeri DPR dari Partai Republik Mark Green, di Fox News.
Terpisah, Direktur Dinas Rahasia Kimberly Cheatle dalam wawancara Hari Selasa dengan ABC News mengatakan dia tidak akan mengundurkan diri, namun mengatakan tanggung jawab ada di tangannya.
"Tanggung jawab ada di tangan saya. Saya adalah direktur Secret Service," tegasnya.
Dia mengatakan, Secret Service bertanggung jawab untuk mengamankan perimeter bagian dalam kampanye, sementara penegak hukum setempat bertanggung jawab untuk mengamankan area di luar kampanye, yang mencakup gedung yang diakses oleh Crooks.
Para pejabat Secret Service tidak segera menanggapi permintaan komentar pada Hari Rabu.
Cheatle sendiri akan memberikan kesaksian minggu depan dalam dengar pendapat terpisah di hadapan komite Pengawasan dan Keamanan Dalam Negeri DPR.
Baca juga:
- Presiden Biden Positif COVID-19 saat Kampanye di Las Vegas: Gejala Ringan, Jalani Isolasi Mandiri di Delaware
- Warga Gaza dengan Sindrom Down Tewas Setelah Diserang Anjing Tentara Israel
- Hizbullah Ancam Habisi Tank Israel dan Sasar Kota-kota yang Belum Pernah Terkena Roket Jika Terus Serang Warga Sipil
- Mantan Pegawai CIA dan Gedung Putih Dikenai Tuduhan Jadi Mata-mata untuk Korea Selatan, Pernah Diperingatkan FBI
Johnson mengatakan kepada Fox News, "beberapa jam" setelah penembakan hari Sabtu, ia menelepon Menteri Keamanan Dalam Negeri Alejandro Mayorkas, yang "tidak memiliki jawaban yang memuaskan saat itu." Ia mengatakan juga telah berbicara dengan Direktur FBI Wray dan Direktur Intelijen Nasional Avril Haines.
"Jawabannya belum ada. Saya pikir mereka sedang mengumpulkan data. Kami akan melakukannya juga. Kami harus bertanggung jawab atas hal ini. Itu tidak dapat dimaafkan," kata Johnson.
"Jelas, ada kelalaian keamanan. Anda tidak harus menjadi ahli operasi khusus untuk memahami hal itu, dan kami akan segera mengungkapnya sampai tuntas," tandasnya.