Diputus Bersalah Atas Kejahatan Kemanusiaan hingga Terorisme, Istri Mendiang Pemimpin ISIS Dihukum Mati

JAKARTA - Pengadilan Irak menjatuhkan hukuman mati terhadap istri mendiang pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi, karena bekerja sama dengan kelompok tersebut dan menahan para wanita Yazidi di rumahnya, demikian pernyataan peradilan pada Hari Rabu.

Dewan Kehakiman Tertinggi di Irak mengatakan, perempuan Yazidi diculik oleh kelompok ISIS di Distrik Sinjar, sebelah barat Kegubernuran Nineveh dan kemudian disekap di rumahnya di Mosul. Wanita tersebut ditahan di tahanan Irak.

"Pengadilan pidana hari ini menjatuhkan hukuman mati dengan cara digantung terhadap istri Baghdadi atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida terhadap orang-orang Yazidi dan juga karena berkontribusi terhadap aksi terorisme," kata seorang pejabat pengadilan yang tidak mau disebutkan namanya karena tidak berwenang untuk berbicara kepada media kepada Reuters, seperti dilansir 10 Juli.

Keputusan tersebut harus diratifikasi oleh pengadilan banding Irak untuk menjadi final dan dapat diterapkan, tambah pejabat tersebut.

Meskipun namanya tidak disebutkan, secara langsung, seorang pejabat pengadilan mengatakan kepada The National, namanya adalah Asma Fawzi Mohammad, yang dikenal sebagai Umm Hudaifa.

Lahir tahun 1976 dalam keluarga Irak yang konservatif, Umm Hudaifa menikah dengan Al Baghdadi tahun 1999, katanya kepada BBC dalam sebuah wawancara yang ditayangkan pada Bulan Mei. Nama aslinya adalah Ibrahim Awad Al Badri.

Saat itu, dia "religius tetapi tidak ekstremis konservatif tetapi berpikiran terbuka" saat selesai belajar Syariah di Universitas Baghdad, katanya.

Dia ditangkap pada tahun 2018 di Turki, setahun setelah menyatakan teroris itu dikalahkan di Irak, dan dikirim kembali ke Irak pada bulan Februari tahun ini, katanya.

Janda itu kemudian menghadapi kasus yang diajukan oleh keluarga Yazidi, yang menuduhnya berkolusi dalam perbudakan seksual terhadap gadis dan wanita yang diculik.

Selama wawancara, dia mengakui bahwa menantu laki-lakinya membawa sembilan gadis dan wanita Yazidi ke rumah itu pada bulan Agustus 2014. Usia mereka berkisar antara sembilan hingga sekitar 30 tahun.

Ia membantah terlibat dalam aktivitas brutal ISIS.

Diketahui, selama berabad-abad, kaum Yazidi, yang mengikuti agama monoteistik kuno tetapi secara keliru dianggap oleh sebagian orang sebagai pemuja setan, tinggal di pegunungan di Irak barat laut tempat desa leluhur, kuil dan tempat suci mereka berada.

Pada Bulan Agustus 2014, para fanatik ISIS merebut Sinjar dan desa-desa sekitarnya, menangkap ribuan orang Yazidi dan membantai yang lainnya. Ribuan perempuan muda dipaksa menjadi budak seks oleh para militan sementara kuburan massal yang berisi jasad ribuan orang yang terbunuh masih terus digali.

Yang lainnya melarikan diri ke Gunung Sinjar di dekatnya, tempat banyak di antaranya diterbangkan ke tempat aman oleh pasukan Irak yang didukung AS.