KPK Sebut Eks Bupati Kukar Rita Widyasari Terima Dolar AS dari Perusahaan Tiap Kirim Batu Bara

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga eks Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari menerima gratifikasi terkait pengiriman batu bara. Ia disebut mengantongi uang dari perusahaan yang melakukan eksplorasi di wilayahnya.

"RW selaku Bupati Kukar waktu itu mendapatkan gratifikasi dari sejumlah perusahaan, dari hasil eksplorasi bentuknya metrik ton, ya, batu bara," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur kepada wartawan yang dikutip dari YouTube KPK RI, Sabtu, 6 Juli.

"Itu ada nilainya antar 3,3 dolar Amerika Serikat sampai yang terakhir itu adalah 5,5 dolar Amerika Serikat per matrik ton," sambungnya.

Asep belum memerinci soal jumlah uang yang diterima. Namun, perusahaan biasanya mengirimkan jutaan ton matrik batu bara.

"Nah, dikalikan itu," tegasnya.

Lebih lanjut, Asep menyebut uang yang diterima Rita kemudian mengalir ke sejumlah orang. Sehingga, KPK kekinian tak hanya mengusut gratifikasi yang dilakukannya tapi juga tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Ke manapun aliran dana itu ya, kami akan cari. Kemudian kami akan melakukan upaya paksa berupa penggeledahan dan lain-lain," ujarnya.

Adapun dalam kasus ini, komisi antirasuah telah menyita atusan kendaraan terdiri dari mobil dan motor hingga uang mencapai miliaran rupiah. Upaya paksa ini dilakukan setelah menggeledah sembilan kantor dan 19 rumah termasuk milik pengusaha batu bara dari Kalimantan Timur, Said Amin.

Diberitakan sebelumnya, Rita Widyasari ditetapkan sebagai tersangka bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin pada 16 Januari 2018. Keduanya diduga mencuci uang dari hasil gratifikasi proyek dan perizinan di Pemprov Kutai Kertanegara senilai Rp436 miliar.

Rita saat ini menjadi penghuni Lapas Perempuan Pondok Bambu, Jakarta Timur karena terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap hingga Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek. Ia harus menjalani hukuman 10 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta pada 6 Juli 2018.