Selain Sita Uang Rp52,3 Miliar dari Suap Benur, KPK Juga Periksa Pihak Swasta
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dan menghadirkan pihak swasta sebagai saksi saat menyita uang senilai Rp52,3 miliar. Pemanggilan sekaligus penyitaan ini dilakukan untuk mengusut kasus suap ekspor benur atau benih lobster yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo.
Adapun pemanggilan terhadap pihak swasta ini dilakukan pada Senin, 15 Maret kemarin.
"Hebrin Yanke, swasta, dipanggil dan dihadirkan dalam proses penyitaan sejumlah uang tunai senilai Rp52,3 miliar," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 16 Maret.
Uang puluhan miliar rupiah yang disita tersebut, diduga berasal dari sejumlah ekspoktir yang dapat izin ekspor benur atau benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2020.
Baca juga:
- Kasus Suap Benur, KPK Buka Peluang Periksa Sekjen KKP Antam Novambar
- Rumah Mantan Stafsus Edhy Prabowo Tersangka Suap Benur di Bekasi Disita KPK
- Polresta Sidoarjo Gagalkan Pengiriman 33 Ribu Benur ke Batam, 5 Orang Ditangkap
- Nyanyian Matheus Joko di Suap Bansos Corona, Beri Rp1 Miliar ke BPK untuk Dana Operasional
Diberitakan sebelumnya, uang senilai Rp52,3 miliar ini diduga sebagai jaminan bank. Komisi antirasuah menduga, saat itu Edhy Prabowo selaku mantan Menteri Kelautan dan Perikanan memerintahkan Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar untuk membuat surat perintah tertulis.
Ali mengatakan, surat ini berkaitan dengan penarikan jaminan bank dari para eksportir kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).
"Selanjutnya Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut," jelasnya.
Hanya saja, belakangan diketahui, aturan penyerahan jaminan bank tersebut sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih lobster tersebut diduga tidak pernah ada.
Dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).
Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).
Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.
Uang ini dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.