Mengenal Perang Pandan, Tradisi yang Tetap Lestari di Bali Meski Sebabkan Luka-Luka
YOGYAKARTA – Mengenal perang pandan atau tradisi Mekare-kare merupakan seuatu keharusan, khususnya bagi Anda yang tertarik dengan budaya Bali.
Perang Pandan adalah sebuah tradisi yang dilakukan setiap tahun di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem Bali.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, tradisi ini dilakukan sebagai penghormatan kepada Dewa Indra (dewa perang) juga para leluhur.
Artikel ini akan membahas tentang Upacara Perang Pandan atau Tradisi Mekare-kare. Untuk lebih jelasnya, simak ulasan berikut ini.
Mengenal Perang Pandan atau Tradisi Mekare-kare
Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Karangasem, Perang Pandan adalah upacara persembahan untuk menghormati para leluhur dan juga Dewa Indra.
Perlu diketahui, keyakinan beragama di Tenganan berbeda dengan agama Hindu lainnya di Bali. Wilayah ini tidak mengenal kasta dan meyakini dewa Indra sebagai dewa perang dan dewa dari segala dewa. Untuk menghormati Dewa Indra, masyarakat Tenganan melakukan upacara Perang Pandan.
Tradisi Mekare-kare disebut dengan Perang Pandan lantaran menggunaka senjata pandan berduri sebagai properti utama.
Pandan berduri dipotong dengan ukuran sama, kemudian diikat hingga terlihat seperti sebuah gada, yakni senjata dalam perang.
Pelaku Perang Pandan juga akan membawa perisai dari rotan untuk melindungi diri. Para pria yang menguti tradisi Makare-kare akan menggunakan sarung (kamen), selendang (saput), dan ikat kepala (udeng) tanpa baju, bertelanjang dada.
Prosesi Perang Pandan diawali dengan upacara memohon keselamatan dan ritual saling menuangkan tuak.
Selanjutnya, pemimpin adat di Desa Tengan akan memberi aba-aba sebagai tanda dimulainya Perang Pandan.
Aba-aba akan diberikan di antara dua orang yang akan saling menyerang dan bertahan dengan satu orang wasit sebagai penengah. Kedua peserta akan saling menyerang menggunakan pandan dengan diiringi alunan tabuhan gamelan.
Perang Pandan berlansung selama kurang lebih satu menit hingga wasit mengentikan pertandingan. Perang Pandan berlangsung bergantian dengan peserta lain dan dilakukan secara bergilir.
Setelah saling menyerang, sebagian besar peserta akan mengalami luka di sekujur tubuhnya karena duri daun pandan. Oleh sebab itu, setelah prosesi upacara, tubuh peserta akan diolesi ramuan tradisional dari parutan kunyit dan lengkuas dengan ditambah minyak kelapa untuk mengobatinya.
Peserta Perang Pandan tidak menyimpan dendam atau amarah setelah bertandingan. Mereka menjalaninya dengan Ikhlas sebagai bagian dari upacara adat.
Baca juga:
- Ost Film Si Juki The Movie Harta Pulau Monyet, Huwala! Disiapkan Ditto Percussion
- Bisakah Karies Gigi Hilang? Sembuhkan dengan Treatment Berikut Ini
- Chun Woo Hee Diincar Bintangi Drama dengan Song Joong Ki
- Berapa Ukuran Kamar Tidur yang Ideal? Berikut5 Tipe yang Bisa Kalian Sesuaikan Dengan Luas Rumah
Pelaksanaan Perang Pandan
Perang Pandan atau Tradisi Mekare-kare rutin digelar setip tahun pada sasih kelima, yakni bulan kelima pada perhitungan Kalender Khusus Desa Tenganan Pegringsingan.
Bila dilihat dalam kalender Masehi, Upacara Perang Pandan akan dilaksanakan pada sekitar bulan Juni. Tradisi Mekare-kare dilaksanakan selama dua hari, dengan lokasi hari pertama dihelat di Petemu Kaja dan hari kedua di depan Bale Agung.
Demikian informasi tentang Perang Pandan atau Tradisi Mekare-kare. Semoga artikel ini bisa membuat Anda lebih mengenal Perang Panda. Untuk mendapatkan update berita pilihan lainnya, baca terus VOI.ID.