Khofifah Dilaporkan ke KPK, Diduga Rugikan Negara saat Jadi Mensos
JAKARTA - Eks Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengerjaan proyek di Kementerian Sosial (Kemensos). Dugaannya ada kerugian negara yang terjadi saat dia menjabat sebagai Menteri Sosial (Mensos).
“Yang kita laporkan pertama ketua, Menterinya (saat itu, red) Khofifah Indar Parawansa, kedua PPK-nya dan KPA-nya, mereka bertiga,” kata Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Sipil Sutikno di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 4 Juni.
Sutikno bilang kehadirannya di komisi antirasuah bukan kali pertama. Laporan serupa juga pernah disampaikan pada 2018 atau enam tahun lalu tapi tak ditindaklanjuti.
Sehingga, ia berinsiatif kembali mendatangi kantor KPK. Sutikno mengaku membawa bukti tambahan berupa berkas dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Dulu, waktu enam tahun lalu kita laporkan itu kita hitung kerugiannya Rp58 miliar sementara barusan kita dapatkan audit dari BPK, kerugian proyek yang kita laporkan itu Rp98 miliar di kasus di Kemensos tahun 2015, program verifikasi dan validasi orang miskin,” jelasnya.
Baca juga:
- Beberapa Jam Diperiksa, Sekjen PDIP Hasto Hanya Dicecar 4 Pertanyaan
- NasDem Pilih 2 Kader Pesohor Maju Pilkada: Farhan Cawalkot Bandung, Lucky Hakim Cabup Indramayu
- Makin Kurus, SYL Minta Kasus TPPU yang Menjeratnya Dipercepat
- Kesaksian Ibu Setubuhi Anaknya di Tangsel: Awalnya Diminta Videokan Hubungan Badan Sama Suami
Selain Khofifah, Adi Karyono yang jadi Plt Gubernur Jawa Timur saat ini turut dilaporkan. Nama ini terseret karena menjadi kuasa pengguna anggaran.
“Ternyata pada waktu 2015 itu selain program verifikasi dan validasi itu ada program namanya pengadaan tenda dan juga diduga ada kerugian Rp7,8 M (dari, red) pengadaan tenda tersebut. Kuasa pengguna anggarannya sekarang jadi Plt Gubernur Jawa Timur Adi Karyono,” ucap Sutikno.
Adapun terkait verifikasi dan validasi data di Kemensos, sejumlah pejabat disebut menabrak aturan yang membuat negara merugi.
“(Ada, red) keluarga miskin yang mau diverifikasi (dalam program, red) itu ternyata mereka memakai data BPS (yang, red) dianggap sudah diverifikasi. Fakta di lapangan enggak ada (orangnya, red),” pungkasnya.