Memori Kematian Akseyna: Kasusnya Tetap Mengambang, Dalangnya Bak Tenggelam
JAKARTA - Pengungkapan kasus kriminal tak selamanya dapat ditangani dengan cepat. Banyak di antara kasus kriminal yang tak selesai hingga jadi misteri. Kasus kematian Mahasiswa jurusan Biologi Universitas Indonesia (UI), Akseyna Ahad Dori, misalnya.
Akseyna ditemukan tewas di Danau Kenanga UI pada Maret 2015. Kematiannya dianggap tak wajar. Namun, polisi mengambil kesimpulan cepat Akseyna diduga bunuh diri. Keputusan itu segera diralat. Akseyna dibunuh, katanya. Belakangan kasusnya menguap begitu saja.
Upaya penegakan hukum di Indonesia tak buruk-buruk amat. Banyak kasus kriminal dapat ditangani dengan cepat. Pihak berwajib mampu meringkus pelaku hingga otak kejahatan. Namun, citra positif itu tak hadir dalam kasus meninggalnya Akseyna Ahad Dori.
Pria kelahiran Yogyakarta, 2 Juni 1996 itu memiliki nasib yang malang. Ia ditemukan tewas mengapung di Danau Kenanga, UI pada 26 Maret 2015. Berita itu menghebohkan seisi Depok, kemudian Indonesia. Pihak kepolisian –Polresta Depok-- langsung bergerak memecahkan misteri meninggalnya pria yang akrab disapa Ace.
Empunya kuasa lalu mencapai kesimpulan sementara. Ace diduga bunuh diri. Narasi itu berkembang karena hadirnya sebuah memo yang berisikan cerita kekecewaannya. Memo itu berisikan pesan: Will not return for eternity, please don't search for existence, my apologies for everything (Aku tidak akan kembali untuk keabadian, tolong jangan cari tentang keberadaan ku, maafkan aku atas segalanya).
Polresta Depok juga tak lupa memeriksa 15 orang saksi. Alih-alih kesimpulan yang diambil mendapatkan pujian, dugaan Polresta Depak banjir kritik dari pihak keluarga dan khalayak umum. Polresta Depok dianggap terlalu cepat mengambil kesimpulan.
Ayah Ace, Mardoto juga menolak anggapan menyebut Aksyena depresi karena sebagai juara olimpiade biologi regional, ia tak tak didelegasikan berkompetisi di tingkat nasional. Kritik pun berbalas.
Kasus Ace lalu diambil alih oleh Bareskrim Polri dan penyelidikannya diserahkan kepada Polda Metro Jaya. Polda Metro Jaya menganggap ada indikasi Ace bukan bunuh diri, melainkan dibunuh. Asumsi itu lalu ditindaklanjuti dengan rangkaian penyelidikan lebih lanjut.
Baca juga:
"Yang pertama karena ada indikasi tulisan itu bukan identik tulisan korban. Kedua bahwa kalau dia bunuh diri dengan mengikatkan diri di tas dengan batu, (seharusnya) dia masih punya peluang untuk melepaskan membuang batunya jadi kemungkinan dia sudah tewas dulu baru ditenggelamkan, kalau dia masih hidup dia kan masih bisa melepaskan.”
“Alibinya itu begini, dia bergaul sama siapa, hubungan dengan siapa, terakhir bagaimana. Hal itu nanti diungkap, kemarin kan penyidikan awal menduga bunuh diri, abis itu ada statement korban bunuh diri," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol, Krishna Murti, sebagaimana dikutip laman Vivanews, 28 Mei 2015.
Kasus Mengambang
Penanganan kasus meninggalnya Ace penuh liku. Kepolisian belum dapat mengambil kesimpulan siapa dalang dari meninggalnya Ace. Namun, fakta baru terus bermunculan. Pandangan yang menyebut Ace bunuh diri jelas tak diterima.
Kondisi itu karena hasil otopsi Ace ditemukan banyak lebam akibat benturan benda tumpul. Lebam ada di dada Ace, ada juga dibagian kening, atas alis, dan bibir. Kondisi itu diperparah dengan adanya pendarahan di kedua telingga bagian dalam.
Hal yang mengejutkan adalah dalam paru-paru Ace ditemukan air dan pasir. Indikasi itu bak mengungkap Ace masih bernapas kala masuk air. Pembunuhnya lalu menyiapkan tas berisi lima pavin block kotak, bebatuan kecil, dan sebuah payung.
Beratnya kira-kira lima kilogram. Tas itu kemudian dikenakan kepada jenazah Ace yang diketahui menggunakan jaket hitam, kaus putih, dan celana kargo hijau. Banyak yang berspekulasi itu siasat pembunuh supaya tewasnya Ace dianggap bunuh diri.
Urusan memo pun diteliti. Surat yang notabene diberikan teman Ace, Achmad Jibril Jamaluddin kepada Mardoto memiliki kejanggalan. Surat yang diberikan Jibril yang masuk dan menginap di kamar Ace sehari sebelumnya terdapat coretan.
Coretan itu seperti kata ‘never’ yang dicoret jadi ‘not’, kata ‘ever’ jadi ‘eternity’, kata ‘me’ jadi ‘existence’. Perubahan kata itu dianggap bukan berasal dari tulisan Ace. Sisanya kata-kata itu memang asli tulisan Ace, sesuai analisis grafolog.
Kondisi itu membuat aroma misteri menyelimuti kasus Ace. Fakta-fakta baru itu nyatanya belum cukup kuat menemukan siapa dalang dari terbunuhnya Ace. Pihak keluarga pun mengaku tak lagi mendapat kabar terbaru dari perkembangan kasusnya. Kasus itu terus jadi misteri, bahkan hingga tulisan ini dibuat, sembilan tahun setelah peristiwa nahas yang menimpa Ace.
“Hampir 90 persen tulisan dalam surat itu dibuat Akseyna sendiri. Namun 10 persen lainnya, yang berupa coretan dan perubahan kata, bukan tulisan tangan Akseyna.”
“Tanda tangannya pun tak dibuat Akseyna. Surat itu tak memiliki karakter seperti yang biasa dibuat orang yang akan melakukan bunuh diri (suicide note),” ungkap Febriyan, Imam Hamdi, dan Muhammad Rifqy Fadil dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Fakta Baru Kematian Akseyna (2015).