Meraba Strategi Politik Presiden Joko Widodo: Tak Akan Menaruh Semua Telur dalam Satu Keranjang
JAKARTA – Setelah Bobby Nasution memilih Partai Gerindra sebagai pelabuhan berikutnya, strategi politik Presiden Joko Widodo masih menjadi teka-teki. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dibilai paling tidak potensial untuk Jokowi dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.
Keputusan Bobby akhirnya berlabuh di Gerindra bukan tanpa alasan. Menantu Jokowi ini butuh kendaraan untuk memuluskan tujuannya maju di Pemilihan Gubernur Sumatra Utara 2024 yang akan digelar pada 27 November.
Usai tak lagi diaku oleh PDIP, partai politik pertama Bobby, kedekatannya dengan Golkar juga dilematis. Partai berlambang beringin ini diyakini bakal mengusung Musa Rajeksah yang saat ini berstatus Ketua DPD Partai Golkar Sumut dan Wagub Sumut 2018-2023.
Oleh sebab itu, keputusan pria 32 tahun ini mendarat di Gerindra dinilai tepat guna. Apalagi Bobby juga mengaku sudah mendapat restu dari ayah mertuanya, Jokowi.
"Ya pasti sebagai orangtua (merestui). Kami sebagai anak pasti minta izin ke orang tua," ujar Bobby, Senin (20/5/2024).
Tidak Satu Kapal di Gerindra
Sementara Bobby telah menentukan pelabuhan berikutnya, berbeda dengan Jokowi dan Gibran. Partai mana yang akan menampung keduanya masih menjadi rahasia sampai sekarang.
Golkar, Gerindra, sampai PSI (PSI) dikabarkan siap memberi karpet merah untuk Jokowi maupun Gibran. Tapi sejauh ini masih belum ada kepastian soal partai berikutnya. Tetap bersama PDIP sepertinya hampir mustahil, meski tidak tertutup sama sekali. Jokowi dianggap keluar dari PDIP setelah mendukung Prabowo-Gibran di Pilpres.
Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolComm SRC Andriadi Achmad memprediksi Jokowi tidak akan berada satu kapal dengan menantunya di Gerindra.
“Langkah politik Jokowi dan Gibran yang lebih realistis adalah PSI, meski beberapa parpol membentangkan karpet merah untuk Jokowi dan Gibran, seperti Golkar, PAN, atau Gerindra dan parpol lainnya,” ucap Andriadi saat dihubungi VOI.
“Di sana Kaesang Pangarep sudah lebih dulu bergabung sebagai Ketua Umum PSI,” ia menambahkan.
Baca juga:
- Bobby Nasution Berlabuh di Gerindra demi Hindari Matahari Kembar
- Teori Konspirasi Kecelakaan Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi: Keterlibatan Israel sampai Dampak Embargo Amerika Serikat
- Pilu Penutupan Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta: Tergerus Impor, Lambat Merespons Teknologi
- Judi Online Masih Dianggap sebagai Jalan Pintas Mengubah Nasib
Di tengah derasnya pertanyaan publik soal kemungkinan pindah partai, Jokowi terlihat mesra dengan Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Puan Maharani. Pertemuan keduanya terjadi di panggung Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) World Water Forum ke-10 di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) Bali, Minggu (19/5/2024).
Puan datang di acara tersebut sebagai Ketua DPR RI sekaligus Perwakilan Presiden International Parliamentary Union (IPU). Jokowi dan Puan tampak akrab dan saling bertegur sapa singkat.
Pertemuan ini kemudian disebut-sebut menjadi pertanda mencairnya ketegangan antara Jokowi dan PDIP setelah pecah kongsi sejak sebelum Pilpres 2024. Namun, menurut Andriadi pertemuan tersebut bukan menjadi penanda terjadinya rekonsiliasi.
“Jokowi bertemu Puan di World Water Forum di Bali dalam kegiatan formal kenegaraan dalam kapasitas sebagai Presiden RI dan Ketua DPR RI. Oleh karena itu, belum dapat dipastikan hubungan Jokowi dan PDIP mencair pasca pertemuan tersebut,” kata Dosen FISIP Universitas Al-Azhar Indonesia ini.
Butuh Rumah Besar
Manuver politik Jokowi sejak menjelang Pilpres 2024 membuat banyak orang terkejut. Menjelang berakhirnya masa berkuasa, pria asli Solo ini berusaha untuk tetap berada di dalamnya. Jokowi dianggap lihai mengatur segala hal.
Langkah Bobby masuk ke Gerindra juga diyakini sebagai bagian dari intrik politik keluarga Jokowi. Karena itulah, belum tentu jejak suami Kahiyang Ayu ini diikuti Jokowi dan Gibran setelah tidak lagi dianggap oleh PDIP.
Justru insting Jokowi untuk tidak menaruh “semua telur dalam satu keranjang” berpotensi dilakukan, menurut pengamat politik Ujang Komarudin, demi menghindari perpecahan.
“Bisa juga ada yang di Gerindra, ada yang di Golkar, ada yang di PSI. karena dalam politik itu ada istilah don’t put all your eggs in one basket, kenapa? Karena kalau satu pecah, pecah semua telurnya,” ucap Ujang, dikutip Kompas.
Masih menurut Ujang, Jokowi pasti membutuhkan partai besar, demikian pula dengan Gibran yang diketahui sebagai wakil presiden terpilih periode 2024-2029. Dengan demikian, hampir tidak mungkin mereka memilih berlabuh di PSI.
Selain sudah menempatkan Kaesang Pangarep di sana, PSI juga tidak lolos ke Senayan. Jokowi butuh rumah besar untuk mencari backup politik.
“Jadi dibagi, ada di PSI, Golkar, dan yang lain. Kalau politikus andal begitu,” Ujang melanjutkan.
Kendati demikian, dikatakan Ujang, langkah Joko Widodo akan bergantung pada dirinya sendiri apalagi dinamika politik di dalam negeri masih terus berubah.
"Kita tunggu saja karena ini kan politik, dinamika terlalu cepat dan pilihannya juga ada pada Jokowi. Apakah nanti masuk partai, apakah punya posisi diberikan Prabowo secara khusus, apakah mendapatkan tugas khusus dari Prabowo. Kita tunggu saja," pungkasnya.