Pidato Nelson Mandela yang Mengguncang Benua Afrika: Saya Siap Mati
JAKARTA - Nelson Mandela menyampaikan salah satu pidato paling terkenal di abad ke-20. Pidato yang disampaikannya pada enam puluh tahun lalu. Di mana ia mengira akan dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim di persidangan terakhirnya di Pengadilan Rivonia, Afrika Selatan, pada tanggal 20 April 1964. Namun kenyataannya ia malah menancapkan impiannya dengan mewujudkan masyarakat yang demokratis dan bebas di benua Afrika.
Nelson yang telah berstatus terdakwa nomor satu itu berdiri di atas meja sidang selama tiga jam dan mengucapkan kata-kata yang akhirnya mengubah Afrika Selatan. Semua pengunjung dalam ruang sidang Pretoria itu diam dan menyimak setiap kalimat pidato yang dikeluarkan Mandela. Mandela mengisahkan tentang tujuannya berjuang seumur hidupnya melawan kekuasaan minoritas kulit putih mencapai akhir.
Baca juga:
Dilansir VOI dari Al Jazeera, Hakim Quintus de Wet berhasil tidak memandang Mandela pada sebagian besar pidatonya. Namun sebelum terdakwa nomor satu menyampaikan kalimat terakhirnya, pengacara pembela Joel Joffe teringat, “Mandela terdiam cukup lama dan menatap tajam ke arah hakim” sebelum mengatakan:
“Selama hidup saya, saya telah mengabdikan hidup saya untuk perjuangan rakyat Afrika. Saya telah berjuang melawan dominasi kulit putih, dan saya telah berjuang melawan dominasi kulit hitam. Saya menjunjung tinggi cita-cita masyarakat yang demokratis dan bebas dimana semua orang akan hidup bersama secara harmonis dan mempunyai kesempatan yang sama. Ini adalah cita-cita yang ingin saya jalani dan wujudkan. Tapi, Yang Mulia, jika diperlukan, itu adalah cita-cita yang saya rela mati untuk mewujudkannya,” tegas Mandela.
Setelah dia mengucapkan kalimat terakhir itu, novelis dan aktivis Nadine Gordimer, yang berada di ruang sidang pada tanggal 20 April 1964, berkata, “Suara paling aneh dan mengharukan yang pernah saya dengar dari tenggorokan manusia berasal dari sisi Hitam penonton pengadilan. Suaranya pendek, tajam, dan mengerikan: seperti desahan dan erangan.”
Hal ini karena besar kemungkinan Mandela dan rekan-rekannya akan dijatuhi hukuman mati karena menentang pemerintah apartheid. Pengacaranya sebenarnya telah mencoba untuk membujuknya agar tidak memasukkan kalimat “Saya siap mati” karena mereka pikir hal itu dapat dilihat sebagai sebuah provokasi. Namun seperti yang kemudian ditulis Mandela dalam otobiografinya.
“Saya merasa kami akan tetap digantung, apa pun yang kami katakan, jadi sebaiknya kami mengatakan apa yang benar-benar kami yakini.” kata Mandela.