Ketum APJII Ungkap Tantangan Pemerataan Fixed Broadband di Indonesia, Soal Harga?
JAKARTA - Hingga saat ini, pemerataan internet di Indonesia masih menjadi tugas penting untuk para pemangku kepentingan, agar seluruh masyarakat di seluruh pelosok negeri bisa merasakan internet yang layak.
Apalagi, mengingat letak geografis Indonesia yang terdiri dengan banyak pulau, maka pemerataan fixed broadband bukanlah hal yang mudah. Karena, tidak semua wilayah bisa dijangkau dengan kabel fiber.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif Angga pun juga menyadari akan kesulitan pemerataan layanan fixed broadband tersebut.
"Kita tahu fixed broadband saat ini masih mungkin belum sampai 20 persen penetrasi di Indonesia. Jadi memang tentunya kita berharap ke depan pemerataan fixed broadband ini lebih masif lagi dan memang ini menjadi pr kita bersama," kata Arif dalam acara HUT APJII ke-28 pada Rabu, 15 Mei di Jakarta.
Arif juga mengakui bahwa salah satu faktor yang membuat pemerataan ini sulit dilakukan di wilayah-wilayah terpencil adalah karena biaya penarikan kabel yang mahal dan juga akses kendaraan yang sangat minim.
Baca juga:
- Kominfo Siapkan Kajian Kebijakan untuk Meningkatkan Kecepatan Internet Indonesia
- Soal Batas Minimal Kecepatan Internet 100 Mbps, Dirjen PPI: Masih dalam Kajian
- Tingkatkan Konektivitas di Indonesia, Kehadiran Starlink di Indonesia Sudah Penuhi Syarat
- Huawei Tunjukkan Komitmen dalam Ciptakan Inovasi Teknologi Listrik Ramah Lingkungan
"Memang kalau untuk faktor penarikan kabel, tentunya kalau di wilayah-wilayah di pinggiran masih mahal, karena logistik dan lain-lainnya, biaya-biaya development juga lebih tinggi dibanding perkotaan yang lebih gampang dijangkau oleh kendaraan," jelasnya kepada media.
Tidak hanya itu, kebijakan atau regulasi-regulasi yang berbeda di setiap wilayahnya juga menjadi tantangan lain yang perlu dihadapi pada perusahaan penyedian layanan internet (ISP) di Indonesia.
"Jadi memang di luar itu, memang regulasi-regulasi wilayah juga masih banyak yang bisa dibilang berubah-berubah, beda-beda, sehingga menyulitkan sebagai industri untuk punya satu perhitungan yang matang," pungkasnya.