Review Album “The Tortured Poets Department” Taylor Swift, Pertanyaan Besar untuk 15 Lagu Tambahan
JAKARTA - “The Tortured Poets Department” yang dirilis Taylor Swift pada 19 April lalu, pada kenyataannya telah membuat banyak perbincangan mengenai “Cowboy Carter” dari Beyonce terhenti.
Berbagai rekor di platform musik digital dan tangga lagu terus bermunculan dari album kesebelas Swift, mulai dari stream terbanyak di Spotify, tangga lagu Billboard, hingga penjualan album fisik.
Swift memulai “The Tortured Poets Department” dengan 16 lagu, yang sebagian besar diproduseri oleh Jack Antonoff, dan sebagian diproduseri Aaron Dessner.
Secara garis besar, album ini mengusung synth-pop dengan tempo sedang. Bagi Swifties, sepertinya tidak ada masalah dari track yang dihadirkan. Selain lagu-lagunya sangat tipikal Swift, penggemar akan senang dengan bagaimana penyanyi 34 tahun itu bicara soal kehidupan personalnya dengan menyebut nama-nama selebriti lain.
“Fortnight” yang berkolaborasi dengan Post Malone tidak dapat dilebih-lebihkan. Tidak ada eksplorasi lebih dan sangat tipikal Swift.
Aransemen dari Antonoff memang memunculkan beberapa kejutan, namun sama sekali tidak ada yang cukup untuk mendapat perhatian lebih. Dapat dipahami, Swift tidak memiliki kemampuan akrobatik seperti Beyonce. Lagipula, album ini adalah album pop.
Yang menarik dari Antonoff adalah kegeniusannya dalam menghadirkan sedikit ornamen di tengah lagu, mulai suara dari synth, gitar, dan hentakan drum. Sementara, beberapa melodi yang dinyanyikan dengan irama rap dari Swift jadi hal lain yang cukup baik.
Dari 16 lagu pertama yang dihadirkan, lagu-lagu yang dikerjakan bersama Aaron Dessner lebih menonjol dan layak mendapat perhatian, khususnya untuk mereka yang bukan penggemar berat. “So Long, London” dan “The Smallest Man Who Ever Lived” menunjukkan komposisi dan aransemen yang lebih rumit.
“So Long, London” menghadirkan perpaduan tiga suara dengan modus Gregorian di awal lagu. Dengan synth sebagai fondasi, irama lagu berubah saat peralihan verse ke chorus, namun progresi akor tetap dipertahankan. Belum lagi, harmoni vokal dihadirkan dengan dua emosi berbeda. Sejauh ini, lagi yang ditulis Taylor Swift dan Aaron Dessner ini yang paling menarik.
Selanjutnya, “The Smallest Man Who Ever Lived” jadi lagu paling emosional dari album ini. Dimulai dengan berdesah, piano mengiringi Swift yang bernyanyi dengan frasa lagu yang repetitif. Emosinya memuncak dengan synth, gitar, dan strings yang masuk bergiliran. Ditambah lagi dengan harmoni vokal di bagian chorus. Dengan interval satu oktaf, dua vokal bersatu menggambarkan kekecewaan yang besar.
Berlanjut ke bagian lain album yang disebut “Anthology” dengan 15 lagu tambahan, Swift tampak tergesa-gesa untuk merilisnya. Konsep “album ganda” dengan total 31 lagu seperti ingin mengungguli “Cowboy Carter” dengan 27 lagu.
Mungkin Swift ingin sekali lagi merasakan kemenangan Album Terbaik dari Beyonce di Grammy. Setidaknya, dia unggul dalam jumlah lagu di album barunya.
Berbeda dari 16 lagu awal, lagu-lagu dalam “Anthology” sebagian besar diproduseri Swift bersama Aaron Dessner, dan sebagian lain diproduseri Jack Antonoff dan Patrik Berger. Dessner memproduseri 12 lagu, yang mana 10 diantaranya ia ikut terlibat dalam penulisan lagu.
Dibandingkan dengan bagian pertama, bagian kali ini lebih terasa nuansa folk-pop dengan basis musik country yang solid. Piano dan gitar akustik jadi instrumen yang dominan di latar lagu. Hampir tidak dapat ditemui kejutan di bagian kedua ini. Semuanya mengalir dengan jelas dan terarah.
Cara menikmati bagian kedua akan sangat berbeda dari yang sebelumnya. Khusus untuk beberapa lagu terakhir, pendengar hanya perlu berdiam diri dan mendengarkan alunan musik dengan kisah-kisah yang lekat dengan musik country.
Baca juga:
“thank you aiMee” dengan jelas memperlihatkan bahwa Taylor Swift merupakan penyanyi country terbaik di generasinya. Diiringi petikan gitar, Swift membawa kisah kampung halaman yang banyak tertuang di lagu-lagu dari musisi country besar. Sang penyanyi kembali dengan warna musiknya 15 tahun yang lalu.
Apa yang dihadirkan lewat kolaborasi Swift dan Dessner di “Anthology” berbeda dari sebelumnya. Keduanya lebih terasa membosankan dan tidak siap dengan aransemen yang lebih menarik. Namun setidaknya, lewat 31 lagu yang dihadirkan, Swift tampil penuh dan menawarkan warna musik yang diusung sejak awal.
Berikut daftar lagu dari album “The Tortured Poets Department”:
Fortnight (ft. Post Malone)
The Tortured Poets Department
My Boy Only Breaks Hit Favorite Toys
Down Bad
So Long, London
But Daddy I Love Him
Fresh Out The Slammer
Florida!!! (ft. Florence + The Machine)
Guilty as Sin?
Who’s Afraid of Little Old Me?
I Can Fix Him (No Really I Can)
Iomi
I Can Do It With a Broken Heart
The Smallest Man Who Ever Lived
The Alchemy
Clara Bow
“The Anthology”:
The Black Dog
imgonnagetyouback
The Albatross
Chloe or Sam or Sophie or Marcus
How Did It End?
So High School
I Hate It Here
thank you aiMee
I Look in People’s Windows
The Prophecy
Cassandra
Peter
The Bolter
Robin
The Manuscript
Taylor Swift (Instagram @taylorswift)