MK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres 2024, Ekonom Prediksi Jadi Pendorong Investasi di Indonesia

JAKARTA - Analis Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2024 merupakan hasil yang cukup positif untuk investasi dan dunia usaha.

Pasalnya, secara prinsip ada 2 (dua) hal yang menjadi pertimbangan keputusan stakeholder ekonomi.

"Pertama adalah kepastian. Hal ini terkait dengan resiko. Keputusan MK ini cenderung diterima oleh sebagian masyarakat dan relatif tidak menimbulkan gejolak politik maupun sosial," jelasnya dalam keterangannya, Selasa, 23 April.

Ajib menyampaikan, stabilitas seperti inilah yang memberikan insentif positif karena tingkat risiko menjadi kecil, sehingga sisi kepastian investasi dan ekonomi menjadi lebih terukur.

Pertimbangan kedua, kata dia, adalah faktor imbal hasil, atau tingkat keuntungan.

Dalam konteks ini, Ekonomi Indonesia menawarkan potensi yang berlimpah.

Ajib menyampaikan terdiri dari sumber daya alam, komoditas unggulan, sampai dengan local domestic demand yang mencapai 280 juta penduduk. Dan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sementara secara signifikan ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

"Artinya, peningkatan nilai tambah, manufakturing dan investasi masih mempunyai porsi dan potensi yang besar untuk memperbesar dalam rasio PDB ini. Ketika kepastian dan tingkat imbal hasil bisa optimal, perekonomian akan tereskalasi lebih maksimal," tuturnya.

Ajib mengatakan, keputusan MK ini menjadi angin segar bagi perekonomian nasional.

Secara paralel, kondisi geopolitik dan kebijakan ekonomi global sedang tidak mendukung. Lantaran konflik antara Iran-Israel yang terus memanas, tidak bisa diprediksikan kapan bisa mereda.

Kebijakan moneter global yang dipicu tingginya tingkat suku bunga acuan The Fed juga memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Ajib berharap, dengan kondisi positif nasional ini memberikan multiplier effect lebih kuat dibandingkan kontradiksi global yang sedang terjadi.

Menurut Ajib, indikator ekonomi makro yang menjadi alat ukur peningkatan kesejahteraan masyarakat tercermin dalam pertumbuhan ekonomi.

Satu sisi positif, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tumbuh agresif pasca pandemi. Tetapi, yang menjadi persoalan adalah tren yang sedang menurun.

Adapun sepanjang tahun 2022, pertumbuhan ekonomi secara agregat mencapai 5,31 persen, sedangkan tahun 2023 menurun menjadi 5,05 persen.

Sementara target pertumbuhan ekomoni Tahun 2024 sebesar 5,2 persen.

Ajib menyampaikan hal tersebut tentunya membutuhkan dukungan stabilitas politik dan sosial yang menjadi prasyarat mendasar investasi dan keyakinan pasar.

"Apalagi kemudian kalau kita mencermati dan mengkritisi program-program ke depan, yang diusung oleh pasangan Prabowo dan Gibran yang tertuang dalam Asta Cita, termasuk didalamnya terus mendorong hilirisasi, tentu ini membutuhkan arus investasi yang besar," jelasnya.

Ajib menyampaikan, program lainnya tentang peningkatan lapangan kerja, ini tentunya membutuhkan kualitas investasi yang lebih mampu menyerap tenaga kerja.

Karena data selama 4 (empat) terakhir, dari tahun 2019 sampai tahun 2023 investasi selalu mencapai target, tetapi penyerapan tenaga kerja tidak mencapai target.

Menurut Ajib, keputusan MK ini juga menjadi variabel pendorong arus investasi yang besar dan berkualitas.

"Dengan mencermati beberapa indikator ekonomi tersebut, secara umum keputusan Mahkamah Konstitusi memberikan insentif positif terhadap penguatan ekonomi nasional," pungkasnya.