Proyek Naturalisasi Pemain Bukan Dosa, tapi Kompetisi dan Pembinaan Lokal Kudu Dibenahi Juga Dong
JAKARTA – Sosok Muhammad Tahir kini sedang menjadi perbincangan warganet. Penyebabnya, mantan pemain PSBS Biak itu mengkritik Tim Nasional Indonesia yang dihuni oleh pemain naturalisasi dan keturunan.
“Sekarang terlalu banyak pemain naturalisasi. Bukan enggak sehat, cuma kasihan, kita mengadakan kompetisi di dalam negeri, gunanya untuk apa?” kata M Tahir saat menjadi bintang tamu di kanal YouTube milik Akmal Marhali bertajuk Bicara Bola.
“Kita cuma kalah mereka mainnya di luar negeri, kami di dalam negeri. Kalah itu saja. Kalau soal kualitas kita 11-12 sama mereka. Tidak kalah jauh,” sambungnya.
Tak hanya itu, M Tahir bahkan menuangkan sebuah gagasan untuk mengadakan pertandingan eksebisi antara pemain lokal dan keturunan. Ia yakin bisa memenangi laga tersebut.
“Coba saja PSSI kalau mau bikin, uji coba antara pemain lokal dan naturalisasi. [Pemain Lokal] bisa menang, karena demi lambang dada, Garuda. Siapa pemain yang tidak mau main di timnas? Semua ingin main di timnas, tinggal tunggu waktu dan momen. Banyak sekali pemain di Liga 1 yang potensial,” kata pemain kelahiran 4 Januari 1994 tersebut.
Sebagai informasi, pada pertandingan terakhir Indonesia melawan Vietnam di Kualifikasi Piala Dunia 2026 pada 21 dan 26 Maret 2024, Shin Tae-yong memanggil 28 pemain, dengan 10 di antaranya merupakan naturalisasi. Dari 28 pemain itu juga, 13 penggawa timnas bermain di luar negeri.
Kerap Timbulkan Polemik
Pernyataan M Tahir langsung menjadi perhatian warganet. Kebanyakan dari mereka tidak keberatan dengan apa yang diungkapkan eks pemain Persipura Jayapura tersebut.
Di bawah kepemimpinan Shin Tae-Yong, tercatat ada 11 pemain yang dinaturalisasi. Mereka adalah Marc Klok, Jordi Amat, Sandy Walsh, Shayne Pattynama, Ivar Jenner, Rafael Struick, Justin Hubner, Jay Idzes, Thom Haye, Nathan Tjoe-A-On, dan Ragnar Oratmangoen.
Tapi khusus kasus Marc Klok, ia tak termasuk proyek rekomendasi STY karena sudah mengurus proses naturalisasi sejak 2019. Pemain Persib Bandung itu resmi menjadi WNI pada 2020, ketika STY sudah berstatus pelatih Timnas Indonesia.
Fenomena pemain naturalisasi di Indonesia memang kerap menimbulkan polemik. Di satu sisi naturalisasi dinilai dapat mendongkrak prestasi Timnas Indonesia, karena dengan mendatangkan pemain naturalisasi berkualitas, timnas memiliki kans lebih baik meraih sukses di kompetisi internasional.
Selain itu, pemain naturalisasi yang memiliki pengalaman mentas di luar negeri dapat membawa daya saing tambahan sehingga mampu meningkatkan kualitas permainan timnas.
Tapi di satu sisi, pemain naturalisasi memunculkan anggapan bahwa timnas kehilangan identitas lokalnya. Naturalisasi pemain juga dikhawatirkan dapat menciptakan ketidaksetaraan peluang bagi pemain-pemain lokal yang berpotensi, tapi kehilangan kesempatan untuk berkembang.
Tak Melanggar Aturan FIFA
Kembali ke pernyataan M Tahir yang mengeluhkan banyaknya pemain naturalisasi di timnas besutan Shin Tae-yong. Menggunakan pemain naturalisasi di sebuah timnas bukanlah sesuatu yang haram. Hal ini bahkan diatur oleh FIFA dalam Commentary on the Rules Governing Eligibility to Play for Representative Teams.
Intinya dalam regulasi itu disebutkan syarat siapa saja yang boleh membela timnas, di antaranya adalah pemain yang lahir di negara bersangkutan, ibu atau ayah kandung lahir di negara terkait, nenek atau kakek kandung lahir di negara terkait, pemain telah tinggal di negara terkait selama lima tahun saat usianya mencapai 18 tahun. Jika mendapatkan salah satu dari empat poin tersebut, setiap pemain yang menerima kewarganegaraan baru boleh memperkuat timnas.
Soal tudingan adanya kesenjangan atau perbedaan kesempatan antara pemain naturalisasi maupun keturunan dan pemain lokal untuk membela timnas, seharusnya tak perlu menjadi polemik berkepanjangan.
Arya Sinulingga, Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, angkat bicara terkait pemain naturalisasi yang disinggung M Tahir. Ia menegaskan, selama pemain memiliki paspor Indonesia maka mereka berhak memperkuat timnas.
“Mengenai pemain naturalisasi, sepanjang punya darah Indonesia baik nenek atau kakeknya maka dia punya hak,” ujar Arya Sinulingga di GBK Arena, Senayan, Jakarta, Selasa (2/3/2024).
“Jadi semua orang diaspora itu berhak sepanjang dia punya darah Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut, Arya mengingatkan bahwa kedatangan pemain naturalisasi mestinya tidak membuat pemain lokal berkecil hati.
"Yang pasti kalau pemain lokal dari Liga 1 bagus pasti muncul. Sekarang siapa coba top skor siapa di Liga 1? (Ramadhan) Sananta. Itu artinya kalau dia berkualitas, dia bisa masuk ke timnas. Jadi jangan jadi polemik," tuturnya.
Sementara itu, pengamat sepak bola Justinus Lhaksana juga ikut memberikan tanggapan terkait klaim M Tahir yang dinilai kontroversial. Ia menegaskan bermain di luar negeri bukan satu-satunya syarat untuk menembus Timnas Indonesia. Yang terpenting menurut dia, mampu menyuguhkan performa terbaik di Liga 1.
Baca juga:
- Salah Kelola Tata Ruang Menjadi Sumber Masalah Keberadaan Permukiman di Daerah Bahaya
- Pro Kontra Pramuka Tak Lagi Wajib, Tantangan Menciptakan Eksktrakurikuler yang Menyenangkan
- Kasus Flu Singapura di Indonesia Melonjak, Waspadai Penularan saat Mudik Lebaran
- Mempertanyakan Batas Aman Lokasi Ledakan Gudmurah dengan Pemukiman Warga
"Lu ga perlu main di luar negeri kok. Pemain kayak Yakob Sayuri bisa bermain luar biasa di Timnas bisa mengimbangi pemain diaspora. Makanya dia masuk, sering jadi starter," papar di akun Instagram @coachjustinl
"Rizky Ridho sering jadi starter. Terus Egy, Witan sering diberi kesempatan untuk bermain. Hokyy Caraka, Ramadhan Sananta, jadi tidak semena-mena main di luar, pemain yang bermain dan lahir di Indonesia pun bisa bermain untuk Timnas Indonesia," pungkas Justin.