Varian Baru Corona B117 Masuk Indonesia, Apakah Vaksinasi Masih Ampuh?

JAKARTA - Varian baru COVID-19 yang bermutasi atau dikenal sebagai "VUI-202012/01" atau B117 sudah masuk ke Indonesia. Sehingga, muncul banyak pertanyaan perihal efektifitas vaksinasi terhadap varian COVID-19 tersebut.

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro angkat bicara perihal tersebut. Dia menyebut, varian baru SARS-COV-2, B117 dari Inggris itu belum terbukti mengganggu kinerja vaksin COVID-19.

"Sejauh ini B117 berdampak pada penyebaran virus yang lebih cepat dan bisa mengganggu kinerja tes PCR, tapi belum terbukti menimbulkan keparahan lebih dan belum terbukti mengganggu kinerja vaksin," kata Menristek Bambang, Selasa, 2 Maret.

Varian B117 ditemukan di Indonesia melalui kegiatan pengurutan genom virus menyeluruh (whole genom sequencing) pada sampel virus corona penyebab COVID-19 yang bertransmisi di Indonesia. Dari 462 WGS yang dilakukan, diidentifikasi dua kasus di antaranya mengandung varian baru asal Inggris itu.

Meski demikian, Bambang mengatakan pengembangan vaksin COVID-19 secara mandiri masih terus berjalan sesuai jadwal. Nantinya, pengujian kinerja bibit vaksin terhadap varian baru tersebut juga bakal dilakukan.

Dihubungi terpisah, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio menuturkan, pihaknya bakal memastikan terlebih dahulu pengaruh dari varian tersebut. Penelitian lebih lanjut akan dilakukan, namun pengembangan vaksin tidak terganggu.

Eijkman menargetkan bibit vaksin Merah Putih yang dikembangkannya berbasis subunit protein rekombinan akan diserahkan kepada PT Bio Farma pada Maret 2021.

Vaksin Merah Putih penting untuk mendukung kemandirian bangsa terhadap vaksin COVID-19 dan program vaksinasi nasional.

Sementara, pemerintah melalui Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menegaskan bakal menelusuri kontak erat dalam kasus varian baru COVID-19. Tujuan mencegah terjadinya perluasan penyebaran.

"Adanya temuan ini akan ditindaklanjuti dengan penelusuran segera dari kasus positif tersebut untuk mencegah meluasnya penyebaran. Saat ini, petugas di pintu kedatangan serta berbagai unsur yang terlibat bersama Satgas COVID-19 akan terus melakukan monitoring terhadap implementasi di lapangan," kata Wiku.

Namun, Wiku belum bisa menyampaikan secara rinci perihal wilayah penyebaran COVID-19 varian baru itu. Dia bilang, yang pasti pemerintah akan melakukan tindakan yang perlu dilakukan bahkan jika perlu, aturan juga akan diubah.

"Pemerintah akan berusaha adaptif dengan situasi dan kondisi yang ada termasuk perubahan kebijakan jika diperlukan," tegasnya

Di sisi lain, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merespons kemunculan varian baru COVID-19 itu. Semua produsen vaksin COVID-19 di dunia diminta untuk menyesuaikan vaksin yang dibuat dengan varian baru virus corona.

Hal ini disampaikan oleh Kepala WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus. Menurutnya, kemunculan versi mutasi virus telah menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya pada vaksin.

Pernyataan ini merujuk pada situasi di Afrika Selatan yang  memutuskan untuk menghentikan vaksinasi Astrazeneca, setelah sebuah penelitian menunjukkan vaksin tersebut kurang efektif dalam mencegah varian di sana.

"Ini jelas tentang berita dan ada peringatan penting untuk studi vaksin," kata Dr. Tedros melansir Euronews

Kendati masih perlu penelitian untuk melihat apakah vaksin AstraZeneca mampu mencegah penyakit parah, pada mereka yang terinfeksi varian Afrika Selatan. Momen ini menjadi pengingat pentingnya penerapan menjaga jarak fisik dan mencuci tangan.

"Setiap kali Anda memutuskan untuk tinggal di rumah, menghindari keramaian, memakai masker, atau membersihkan tangan. Anda menolak kesempatan virus untuk menyebar dan kesempatan untuk mengubah cara-cara yang dapat membuat vaksin menjadi kurang efektif," dia kata.

Kendati para ahli menyebut virus corona tidak bermutasi sesering virus flu. Namun, semakin luas penyebarannya, semakin besar pelung untuk bermutasi menurut Dr. Tedros.

Untuk itu, seperti halnya vaksin flu, vaksin COVID-19 juga perlu penyesuaian untuk diperkuat pada masa depan. 

"Inilah yang terjadi dengan vaksin flu yang diperbarui dua kali setahun agar sesuai dengan jenis yang dominan," ungkap Dr Tedros.

Terpisah, Dr. Salim Abdool Karim dari otoritas kesehatan Afrika Selatan mengungkapkan, vaksin Pfizer dan Sinopharm memiliki pengurangan minimal dalam antibodi. Sementara untuk vaksi AstraZeneca ada pengurangan yang sangat substansial dalam menetralkan virus.

Dikatakannya, mereka sedang mempertimbangkan untuk meluncurkan vaksin AstraZeneca pada 100.000 orang sehingga mereka dapat memantau rawat inap. Jika vaksin efektif dalam mencegah rawat inap, maka vaksin tersebut dapat menyuntik lebih banyak orang.

"Kami tidak ingin berakhir dengan situasi di mana kami telah memvaksinasi satu atau dua juta orang untuk vaksin yang mungkin tidak efektif dalam mencegah rawat inap dan penyakit parah," tandasnya.