Kemalangan The Body Shop, Kolaps Setelah Sempat Jadi Idola Anak Muda
JAKARTA – Kebangkrutan yang dialami perusahaan kosmetik dan produk perawatan tubuh The Body Shop cukup menyita perhatian. Perusahaan yang diklaim ramah lingkungan ini justru kurang laku di era sekarang. Selain harganya yang dinilai terlalu tinggi, klaim produk ramah lingkungan yang diagungkan merek ini dianggap sudah menjadi hal biasa di era sekarang.
Mengutip The Guardian, The Body Shop menyatakan bangkrut di Inggris hanya tiga bulan setelah diambil alih oleh perusahaan ekuitas swasta. Hal ini menempatkan lebih dari 2.200 pekerjaan dan lebih dari 200 toko di negara terebut dalam risiko. The Body Shop juga telah menutup seluruh tokonya di Amerika Serikat per 1 Maret 2024. Selain itu belasan gerai di Kanada juga tutup permanen.
Sementara The Body Shop Indonesia dipastikan masih beroperasi seperti biasa, sebagaimana ditegaskan CEO Suzy Hutomo. Dalam surat yang dimuat di Instagran @thebodyshopindo, Suzy menegaskan toko The Body Shop di Indonesia tetap buka dan mengembangkan bisnisnya di dalam negeri.
"Dengan banyaknya berita yang beredar tentang penutupan bisnis di Amerika Serikat dan Kanada belakangan ini, saya ingin memberitahu Beauty Lovers bahwa The Body Shop Indonesia akan tetap ada dan terus berkembang di Indonesia," kata Suzy.
Berbeda dengan The Body Shop Internasional seperti Amerika atau negara Eropa, The Body Shop Indonesia berada di bawah naungan Global Head Franchise, dan beroperasi secara independen.
Tak sanggup menghadapi inflasi yang terus melonjak disebut-sebut menjadi salah satu alasan perusahaan ini akhirnya kolaps. Tapi pendapat lain mengatakan The Body Shop kurang berinovasi dan hanya mengandalkan status ramah lingkungan saja tidak cukup.
Idola Anak Muda
The Body Shop didirikan di Brighton, Inggris oleh aktivis lingkungan hidup Anita Roddick dan suaminya, Gordon, pada 1976. Dengan modal dari hasil pinjaman senilai 4 ribu pound sterling, produk-produk yang dipasarkan mengusung label alami, berkelanjutan, beretika, dan bebas dari kekejaman. Mereka juga secara konsisten menegaskan tidak melakukan uji coba produk terhadap hewan.
Anita Roddick memimpin pesatnya pertumbuhan bisnis ini selama 30 tahun. Perusahaan tersebut juga menikmati kesuksesan di Inggris era 1980-an dan 1990-an.
“Pada tahun 1980-an, The Body Shop adalah tempat yang dituju para pembeli muda untuk mencoba produk-produk kecantikan dengan aroma segar dan dengan kesadaran lingkungan yang mendalam serta fokus pada keadilan sosial dan pelestarian alam,” kata Susannah Streeter, kepala bagian keuangan dan pasar di Hargreaves Lansdown, disitat dari Chronicle Live.
The Body Shop terus berkembang selama dua dekade lebih, namun Roddick dan Gordon dihujani kritik ketika mereka menjual perusahaan ini kepada perusahaan kosmetik raksasa asal Prancis, L’Oreal pada 2006. Rodddick kemudian meninggal dunia setahun kemudian di usia 64 karena pendarahan otak.
Setelah melakukan ekspansi secara internasional di bawah L’Oreal, bisnis ini dibeli perusahaan Brasil, Natura&Co pada 2017. Kemudian akhir tahun lalu The Body Shop kembali dijual ke grup manajemen aset Aurelius.
The Body Shop sudah mencium kesulitan finansial sejak dibeli L’Oreal. Di bawah perusahaan ini, meski melakukan ekspansi besar-besaran, secara penjualan melambat. Dalam beberapa tahun terakhir, keuntungan perusahaan terkikis menyusul melonjaknya biaya produksi, tekanan permintaan konsumen, dan lemahnya pasar AS. Hal ini menyebabkan kerugian sebesar 71 juta pound sterling pada 2022 karena omsetnya turun hampir seperlima.
Melupakan Inovasi
Namun, masalah The Body Shop tidak hanya soal kesulitan uang akibat tingginya inflasi. Dari segi penjenamaan atau branding, merk ini dinilai kurang berinovasi, lengah terhadap pesaing dan terlalu nyaman dengan label ‘ramah lingkungan’ yang diusung.
Analis GlobalData, Tash van Boxel mengatakan perusahaan The Body Shop sempat ‘lebih maju dari masanya’ dengan identitas awal mereka sebagai perusahaan yang beretika. Namun, The Body Shop kesulitan bersaing dengan pesaing baru.
“Sementara The Body Shop terus mempertahankan nilai-nilai mereknya yang beretika dan bebas dari kekejaman, klaim ini justru telah menjadi standar industri sekarang, sehingga melemahkan sisi pembeda The Body Shop,” kata Van Boxel, dikutip Standard.co.uk.
Untuk dianggap sebagai merek yang beretika selama lima dekade tidaklah mudah. Nilai jual yang membuat The Body Shop menonjol di masa kejayaannya bisa kehilangan daya tarik jika tidak berkembang sejalan dengan perubahaan kondisi pasar dan ekspektasi konsumen.
The Body Shop tidak bisa hanya mengandalkan jargon ramah lingkungan sebagai andalan menarik pembeli. Dilansir Elle, survei baru-baru ini menemukan bahwa 79 persen orang meragukan soal klaim ‘keberlanjutan’. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan orang terhadap merek tersebut berada di level yang rendah.
The Body Shop juga sepertinya berpuas diri dan statis setelah digandrungi kaum hawa di era 1990-an hingga melupakan apa yang namanya inovasi.
“Brand baru tidak hanya menawarkan produk mereka dengan klaim yang sama, tapi mereka juga menghadirkan lebih banyak produk untuk menarik pembeli,” imbuh Van Boxel.
Apalagi saat ini, gempuran produk kecantikan dan perawatan kulit tak terelakkan. The Body Shop tidak hanya bersaing dengan merek-merek anyar, mereka juga harus saling sikut dengan kalangan selebritas yang berbondong-bondong ikut mengeluarkan produk perawatan kulit dan kecantikan.
Di luar negeri kita bisa lihat bagaimana merek Rhode milik Hailey Biber, Kylie Cosmetics dari Kyle Jenner atau SKKN punya Kim Kardashian terus berusaha menjadi yang terdepan di dunia ini. Memiliki jutaan penggemar di seluruh dunia menjadi keuntungan tersendiri bagi para selebritas. Menurut penelitian, tahun lalu merek kecantikan selebritas secara kolektif menghasilkan uang 58 persen lebih banyak dibandingkan sebelumnya.
Baca juga:
- Putra Indonesia Berjaya di All England, Putri Masih Mencari Sosok Susy Susanti Baru
- Edukasi Penting untuk Hapus Stigma Negatif Penderita Psoriasis, Penyakit Autoimun yang Menyerang Kulit
- Meski Harganya Naik Terus, Emas Disebut Bukan Instrumen Investasi
- Sentimen Negatif Publik Soal Erina Gudono Masuk Bursa Pilkada Sleman
Di Indonesia sendiri, meski disebut tak terpengaruh kebangkrutan di luar negeri, The Body Shop juga harus bersaing dengan deretan merek milik selebritas Tanah Air. Sebut saja brand Madam Gie milik Gisella Anastasia, Jeda Cosmetics (Jessica Iskandar), SADA (Cathy Sharon), atau Scarlett (Felicya Angelista). Sementara soal klaim skincare ramah lingkungan, produk dalam negeri pun sudah banyak yang mengeluarkan skincare dengan bahan-bahan alami dengan harga yang jauh lebih terjangkau.