Kecam Serangan Israel ke Rafah dan Kritik Pernyataan PM Netanyahu, Jubir Palestina: Tidak Ada Tempat Aman di Gaza

JAKARTA - Otoritas Palestina mengkritik pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, mengatakan tidak ada lagi tempat aman di Gaza, saat Israel melancarkan serangan ke Kota Rafah.

Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, menyerukan kepada komunitas internasional untuk menghentikan serangan darat Israel ke Rafah, kota di selatan Gaza, mengatakan "Pemerintah AS tidak boleh menjadi sandera kebijakan Israel."

Juru bicara tersebut mengecam Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang mengatakan dalam dengan wawancara NBC yang disiarkan pada Hari Minggu, operasi di Rafah akan terus berjalan "sambil memberikan jalan yang aman bagi penduduk sipil, sehingga mereka dapat mengungsi."

Pernyataan Netanyahu adalah "benar-benar omong kosong" dan "penipuan bagi dunia," kata Abu Rudeineh, melansir The Times of Israel 12 Februari

"Karena tidak ada lagi tempat yang aman di Jalur Gaza, dan warga sipil tidak dapat kembali (ke rumah mereka) di tengah dan utara Jalur Gaza, di tengah pemboman yang sedang berlangsung," jelasnya.

"Wilayah ini berada di persimpangan jalan, dan kelanjutan perang melawan rakyat Palestina akan mengarah pada perluasan wilayah," tambah Abu Rudeineh.

Diberitakan sebelumnya, Operasi gabungan oleh Israel Defense Forces (IDF), dinas keamanan domestik Israel Shin Bet dan Unit Polisi Khusus di Rafah membebaskan Fernando Simon Marman (60) dan Louis Hare (70) kata militer Israel. Militer mengatakan, keduanya diculik oleh Hamas dari Kibbutz Nir Yitzhak pada 7 Oktober, kondisinya baik dan dibawa ke Kompleks Medis Tel Hashomer (Sheba Medical Center).

Operasi gabungan oleh Israel Defense Forces (IDF), dinas keamanan domestik Israel Shin Bet dan Unit Polisi Khusus di Rafah membebaskan Fernando Simon Marman (60) dan Louis Hare (70) kata militer Israel. Militer mengatakan, keduanya diculik oleh Hamas dari Kibbutz Nir Yitzhak pada 7 Oktober, kondisinya baik dan dibawa ke Kompleks Medis Tel Hashomer (Sheba Medical Center).

"Itu adalah operasi yang sangat kompleks," kata juru bicara militer Israel Letkol Richard Hecht, melansir Reuters.

Para sandera ditahan di lantai dua sebuah gedung yang dibobol dengan bahan peledak selama penggerebekan, yang menyebabkan baku tembak sengit dengan gedung-gedung di sekitarnya, kata Hecht.

"Kami sudah lama menyiapkan operasi ini. Kami menunggu kondisi yang tepat," lanjutnya.

Pada saat yang sama, lanjutnya, serangan udara dilakukan untuk memungkinkan pasukan ditarik dari lokasi operasi.

Serangan Israel di Rafah terjadi sehari setelah Presiden Biden melakukan panggilan telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, menegaskan kembali pendiriannya bahwa militer Israel tidak boleh melanjutkan serangan darat di Rafah "tanpa rencana yang kredibel dan dapat dilaksanakan" untuk menjamin keselamatan warga sipil.

Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan kepada CNN, sedikitnya 94 orang tewas akibat serangan Israel terhadap Kota Rafah.

Kementerian juga mengatakan masih dalam proses pengambilan dan identifikasi jenazah, dan jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat.

Sebelumnya, Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan lebih dari 100 orang tewas akibat serangan semalam di Rafah. PRCS menambahkan, masih banyak orang yang terjebak di bawah reruntuhan dan jumlah korban tewas mungkin bertambah.

Diketahui, Kementerian Kesehatan di Gaza hanya memperbarui jumlah korban tewas setelah jenazah diidentifikasi, menjadikan adanya perbedaan dengan jumlah yang dilaporkan oleh Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina.