Indonesia Ladang Empuk Operasi Sindikat Penipuan Investasi Bodong
JAKARTA - Acara Grand Opening kantor regional Simonida Media di Auditorium Trans Luxury Hotel, Bandung, akhir Oktober lalu digelar meriah. Dihadiri sejumlah tokoh ternama dan perwakilan member VIP dari perusahaan tersebut. Bahkan mereka menghadirkan beberapa tokoh masyarakat seperti Ceu Popon, mantan anggota DPR RI dari Partai Golkar yang hadir memberikan sambutan. Acara itu juga dihadiri tokoh agama untuk memberikan tausiah ceramah agama.
Acara juga diramaikan dengan pertunjukan tari dan musik. Itulah momen Simonida Media menghipnotis members dan calon nasabahnya. Citra yang ingin dibentuk sebagai perusahaan yang bonafit dan bermodal untuk menjebak dan menjerat nasabahnya mengikuti program investasi bodong mereka.
Adalah Vito Valnino John, musisi asal Bandung yang bersama 20 anggota keluarganya termasuk istri, dan mertua harus jadi korban investasi bodong Simonida Media. Padahal Vito sempat menjadi penyanyi di acara tersebut. Dirinya sempat berkomunikasi dengan salah satu pentolan Simonida Media untuk mengisi acaranya di panggung itu.
Vito melihat perusahaan itu begitu bonafit karena menyetujui saja harga yang diajukannya sebagai pengisi acara, tanpa melakukan penawaran. Sehingga Vito yang awalnya iseng-iseng bersedia ikut investasi itu karena usaha konveksinya sedang lesu semakin mantap ikutan investasi di perusahaan itu.
"Hitung-hitung untuk jajan anak, investasi Rp 6 juta di awal, dapat Rp 150 per hari, dari pekerjaan me-like website, Facebook, Tiktok dan Instagram" ujar Vito.
Penghasilan itu akan semakin besar jika bersedia meningkatkan jumlah investasinya. Ia memang mulanya sedikit ragu dengan investasi semacam itu, makanya ia tidak berani investasi besar- besaran dan hanya investasi sebesar Rp 6 juta, ia fikir dengan pendapatan Rp 150 per hari ia bisa kembali modal dalam 2 bulan.
Tapi Tidak dengan saudara dan teman-temannya. Mereka langsung investasi sampai puluhan juta bahkan ada yang sampai jual kendaraan untuk mengejar pendapatan bonus yang dijanjikan semakin besar seiring investasikan yang ditanamkan.
Baca juga:
Vito akhirnya meningkatkan jumlah investasinya, termasuk mengajak keluarganya yang mencapai 20 Orang untuk berinvestasi. Ia bersama istrinya berinvestasi hingga 32 juta. Sedang keseluruhan keluarga besarnya yang total 20 orang itu telah menginvestasikan uang senilai Rp 135 Juta.
Bujuk Rayu Admin dan Tangisan Korban
Belakangan diketahui, perusahaan Simonida Media itu ternyata perusahaan akal-akalan skema ponzi yang berdalih jasa media sosial. Berdalih merekrut orang untuk menjadi viewer nyata bukan robot. Selanjutnya menjebak korbannya untuk menjadi nasabah VIP dengan menyetor sejumlah dana. Keanggotan itu bisa ditingkatkan, dan member yang sudah terdaftar didorong untuk meningkatkan terus setorannya dengan iming-iming semakin besar setoran investasinya akan meningkatkan pendapatan dalam sehari beserta bonusnya.
Pekerjaannya tidak repot cukup dengan hanya melakukan like sosial media. Mereka menentukan golongan kelas members dari VIP 1 hingga VIP 8, jumlah kelas menentukan jumlah pekerjaan dan pendapatan yang akan diterima setiap harinya.
Selain pendapatan harian yang ditarik dengan jumah minimal sebesar 20 dollar. Mereka juga diiming-imingi hadiah dengan pengundian telur emas. Undian telur emas itu berlaku di saat-saat tertentu, hadiahnya tergantung dari jenis kelasnya. Semakin tinggi kelasnya, hadiah diberikan semakin besar mulai telepon genggam, motor, mobil hingga hadiah umroh. Selain pendapatan gaji harian, hadiah, mereka juga diiming-iming uang investasi akan dikembalikan utuh setelah 1 tahun kepesertaan.
"Bagaimana mereka tak tertarik dengan tawaran itu," kata Vito saat ditemui VOI di kediaman keluarganya di Depok.
Termasuk dirinya, yang semula ikut karena iseng kemudian tertarik meningkatkan investasinya demi meningkatkan penghasilan. Apalagi setelah diprovokasi oleh admin Simonida di grup telegram. Admin tersebut sepertinya telah memprospek Vito yang diketahui seorang musisi agar membawa pengaruh ke kalangan artis.
Admin yang mengaku bernama Andi seorang bule asal Swiss dan mengaku domisili di Singapura, meminta Vito meningkatkan kelas investasinya. Bahkan bule tersebut suatu hari menawarkan potongan harga. Hanya dengan menambah dana sebesar 400 ribu ia bisa di posisi VIP 5, yang secara pendapatan bisa Rp 1 juta per-hari.
Vito berpikir, mungkin akhir tahun jadi mereka memberikan promo akhir tahun. Maka ia pun tertarik menambah deposit, hingga 1000 dolar pada saat Grand Opening di Trans Hotel, Bandung.
Namun hanya dalam hitungan hari dari acara tersebut, terjadi scam. Mendadak grup telegram yang biasanya aktif tiba-tiba menghilang. Adminnya pun lenyap tidak bisa dikontak dan para petingginya menghilang. Sebagian pengurus yang masih berkeliaran bersandiwara, menghembuskan isu seolah-olah aplikasi mengalami kerusakan karena serangan hacker. Mereka kemudian menawarkan aplikasi lain dengan dalih untuk mengejar pendapatan yang hilang. Tentu saja nasabah yang sedang kecewa menolak mentah mentah tawaran itu, namun tak sedikit dari mereka tergiur mengikuti skema investasi ilegal itu.
Vito menyesal mengabaikan peringatan sejumlah orang. Ia mengaku sempat gamang, ragu dengan investasi itu. Namun para admin Simonida selalu mencuci otak untuk fokus tujuan investasi. Mereka selalu mengiklankan Simonida adalah perusahan sudah legal, beda dengan investasi diluaran sana. Menurut Vito, mereka juga mengemas kegiatan perusahaan dengn amal dan sosial bahkan moto mereka hendak memberantas kemiskinan di dunia.
Karena jargon dan kesan yang dibagun Simonida yang ingin memisahkan perusahaan itu dengan investasi sejenis diluaran. Maka kegiatan rekrutmen nasabah juga diminta hanya dari teman dan keluarga dekat sekitar, alasannya supaya tidak tercemar investasi lain yang bodong.
Saat aplikasi terjadi scam dan tak bisa lagi dioperasikan, para admin masih menawarkan skema lain. Ternyata itu modus mereka menutup satu aplikasi membawa kabur dana dan memunculkan perusahaan yang baru, untuk kembali mencari mangsa. Akibat penipuan Simonida diperkirakan kerugian nasabah mencapai triliunan rupiah. Nilai tersebut berdasarkan jumlah nasabah Simonida yang mencapai 10 ribu orang di seluruh Indonesia.
Meski korbannya banyak, namun menurut Vito, belum ada satu pun yang bersedia melapor ke pihak berwajib. Laporan korban Simonida Media justru terdengar dari warga Pacitan, yang melapor kan ke Polres Pacitan. Dari sana mereka justru diminta ke Polda Jatim, mengingat kemampuan alat tak memadai di tingkat polres Pacitan. Sementara di Bandung sendiri Vito mengaku belum ada pihak yang melapor.