Kemenperin Ungkap Penyebab Industri Tekstil Masih Lesu Jelang Pemilu 2024
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan, sektor manufaktur nasional dalam fase ekspansi selama 28 bulan berturut-turut.
Hal itu mengacu pada purchasing manager index (PMI) manufaktur yang dirilis S&P Global dan terkonfirmasi Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Januari 2024.
Meski begitu, Kemenperin mengakui, ada 6 sub-sektor manufaktur di dalam negeri yang masih mengalami kontraksi alias penurunan kinerja, salah satunya industri tekstil (KBLI 13).
Terkait hal tersebut, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizaldi mengungkapkan ada salah satu faktor yang menyebabkan kinerja industri tekstil menurun, yakni masih ditemukannya kasus pakaian bekas.
"Cuma kendalanya sekarang ada kasus-kasus pakaian bekas muncul lagi. Jadi, kalau diganggu terus oleh pakaian bekas, mau tidak mau (kinerja industri tekstil) terganggu juga," ujar Andi kepada VOI saat ditemui dalam agenda peresmian Fasilitas Produksi Obat Bahan Alam di Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kimia, Farmasi dan Kemasan (BBSPJIKFK) di Jakarta, Selasa, 6 Februari.
Andi menilai, industri tekstil memang memiliki potensi yang cukup besar saat ini, terlebih menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Namun, dia juga tak menampik bahwa permasalahan pakaian bekas masih menjadi salah satu faktor yang menggangu kinerja industri tekstil.
"Menurut (para pelaku industri) potensinya masih cukup besar, cuma kalau diganggu terus oleh pakaian bekas, mau tidak mau akan terganggu juga," ucapnya.
Saat ditanyai lebih lanjut soal peningkatan kinerja industri tekstil pada indeks kepercayaan industri (IKI) Februari mendatang, Andi belum dapat memberikan informasi lebih lanjut.
"Saya belum tahu, ya," imbuhnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Kemenperin mencatat, subsektor industri tekstil masih berada pada level kontraksi saat ini.
Direktur Industri, Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan, kalangan elit politik kini sudah banyak yang menggunakan media elektronik sebagai tempat berkampanye.
"Kami tadinya berharap pesta demokrasi yang ada mengangkat atau meningkatkan permintaan maupun produksi. Namun, kami coba periksa ternyata kemungkinan besar peran media elektronik dalam rangka kampanye cukup berpengaruh besar," ujar Adie di kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu, 31 Januari.
Adie menilai, dengan adanya hal tersebut telah menyebabkan menurunnya permintaan barang-barang subsektor tekstil.
"Jadi, terhadap atribut, spanduk dan kaos yang biasanya di tahun-tahun sebelumnya dimintakan itu tidak begitu banyak terjadi," katanya.