KESDM Minta Kenaikan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Ditinjau Lagi

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Tutuka Ariadji meminta penerapan kebijakan kenaikan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) ditinjau kembali.

Diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan kenaikan tarif PBBKB sebesar 10 persen yg tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No.1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dikatakan Tutuka pihaknya akan mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri terkait kebijakan tersebut. Pasalnya kebijakan tersebut menyangkut dengan sektor migas yang turut mengatur pendistribusian BBM.

"Karena kalau rekomendasi tunda atau tidak itu kami tidak sampai ke sana. Tapi kami membeberkan dampaknya besar. Itu harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan," ujar Tutuka yang dikutip Rabu 31 Januari.

Apalagi, kata Tutuka, penerapan kebijakan ini belum dikonsultasikan dengan Kementerian ESDM selaku kementerian teknis yang membawahi sektor migas.

Dikatakan Tutuka, kebijakan ini juga akan berdampak kepada PT Pertamina (Pertamina) sebagai BUMN yang menangani tata niaga BBM di masyarakat.

"Di teknis ada masalah kepada badan usaha niaga. Di sosial, karena belum ada sosialisasi, pasti ada masalah di masyarakat. Di hukum ada permasalahan juga. Tiga itu," beber Tutuka.

Terkait dampaknya kepada masyarakat, Tutuka menyebut akan ada dampak karena besaran pajak untuk kendaraan pribadi dan kendaraan umum berbeda besarannya.

“Saya tegaskan lagi bawah ada permasalahan teknis juga dalam pelaksanaannya, karena berbeda antara pribadi dan kepentingan umum, kalau beda begitu berarti dibedakan di SPBU-nya di dispensernya,” kata Tutuka.

Dengan adanya keputusan tersbut, PErtamina dan badan usaha lainnya perlu menyiapkan dispenser berbeda padahal kebijakan tersbut belum disosialisasikan.

Tutuka juga memberikan perhatian khusus pada permasalahan soal status atau definisi dari wajib pajak dan wajib pungut dalam aturan baru tersebut.

"Siapa yang disebut wajib pajak, definisi itu harus jelas, kalau misalkan untuk produsen atau importir, misalkan di daerah Kalimantan Timur itu bisa bermasalah, kan enggak punya kilang dia, itu bisa jadi masalah juga," pungkas Tutuka.