Bagikan:

JAKARTA - Staf Khusus (Stafsus) Menteri BUMN Arya Sinulingga buka suara mengenai kenaikan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) menjadi 10 persen kepada kenaikan harga BBM di DKI Jakarta.

Adapun PBBKB ini sebelumnya dikenakan sebesar 5 persen. Kenaikan tersebut ditetapkan dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Arya tidak menafikan bahwa kenaikan pajak PBBKB akan ikut mengerek harga BBM baik subsidi dan non subsidi. Mengingat, komponen penentu harga BBM salah satunya berasal dari pajak PBBKB.

Meski begitu, Arya menekankan bahwa naik atau tidaknya harga BBM subsidi menjadi wewenang dari kementerian teknis, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Lebih lanjut, Arya menjelaskan bahwa  Kementerian BUMN melalui PT Pertamina (Persero) merupakan pelaksana kebijakan saja. Artinya, kenaikan harga BBM bukan menjadi wewenang Pertamina.

“Naik enggak naik BBM itu tergantung pada Kementerian Teknis (ESDM), bukan Kementerian BUMN, dalam arti Pertamina, Pertamina mah ikut aja,” ujarnya saat ditemui di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Selasa, 30 Januari.

Sementara, sambung Arya, untuk BBM non subsidi seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex akan mengikuti mekamisme pasar. Arya juga tak memastikan apakah harga BBM non subsidi akan terkerek naik.

Sekadar informasi, penyesuaian harga BBM non subsidi atau Jenis BBM Umum (JBU) dilakukan secara berkala sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 245.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum, Jenis BBM dan Minyak Solar.

“Kalau harga BBM non subsidi tergantung market-nya,” ucapnya.