Nikel Vs LFP, Bos Antam: Masing-masing Punya Kelebihan
JAKARTA - Direktur Utama PT Antam Nicolas Kanter menanggapi kabar penggunaan nikel bahan baku baterai kendaraan listrisk di tengah tren penggunaan Lithium ferro-phosphate (LFP). Kata dia, keduanya punya kelebihan masing-masing.
Seperti diketahui, LFP menjadi sorotan usai disinggung Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor urut 02 dalam Debat Cawapres Piplres 2024, Minggu, 21 Januari lalu.
“Saya pikir semua masing-masing punya kelebihan,” katanya ditemui di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Selasa, 23 Januari.
Meski begitu, Nico sapaan akrabnya mengakui pasar baterai LFP saat ini masih lebih dominan dibandingkan nikel atau Nickel Manganese Cobalt Oxide (NMC).
Namun, dia meyakini ekosistem hilirisasi di Indonesia yang terus digaungkan akan diikuti dengan permintaan atau demand nikel yang besar. Sebab, EV ekosistem yang kemarin ada di Indonesia merupakan yang pertama di dunia.
Apalagi, sambung Nico, perusahannya pada tahun 2023 telah menandatangani kerja sama dengan Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co Ltd (CBL), anak usaha Hong Kong CBL Limited (HKCBL) dengan nilai investasi Rp7 triliun.
“Maksudnya di negara lain juga tidak ada. Karena negara lain mungkin lebih punya infrastruktur dan lain-lain, tapi mereka tidak mempunyai sumber daya alam nya,” jelasnya.
Dengan potensi yang dimiliki Indonesia, Nico mengatakan, pihaknya masih percaya dengan masa depan nikel di Indonesia.
“Saya bilang lebih pede karena nikel memiliki kelebihan-kelebihan jangka panjangnya daripada baterai itu lebih baik, dari sisi safety-nya juga lebih baik,” tuturnya.
Baca juga:
Nico bilang saat harga nikel terlalu mahal, maka industri baterai listrik akan beralih ke LFP. Kata dia, industri baterai listrik juga akan terus melakukan inovasi dan pengembangan teknologi. Sehingga posisi daya tarik kedua komoditi ini akan berubah seiring dengan perkembangan yang terjadi.
“Pada saat yang bersamaan kita gak boleh terlena bahwa NCM nikel based ini akan kuasai dunia, enggak. Kalau harga mahal, membangun (industrinya) lama, aturan susah, pemerintah juga harus berikan insentif kepada joint venture ini,” ucapnya.